tag:blogger.com,1999:blog-4039338991192172942024-03-13T06:04:40.085+07:00CERITA DIRI-Linda- http://www.blogger.com/profile/15634976882270978053noreply@blogger.comBlogger14125tag:blogger.com,1999:blog-403933899119217294.post-54359883652919229642024-01-14T20:52:00.016+07:002024-01-14T21:13:25.705+07:00Mengajarkan Mujahid Pertama Menghafal Al Quran<p style="text-align: justify;"> Bismillah,</p><p style="text-align: justify;">Assalamualaykum wa rahmatullahi wa barakatuh, </p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Tulisan ini dibuat sebagai pengingat diri dan semoga bisa membantu teman-teman lain yang sedang belajar untuk mengajarkan anak-anaknya menghafal Al Qur'an, karena sesungguhnya, kami pun juga masih dan terus belajar hingga batas waktu yang Allah tentukan, kelak. Semoga Allah memudahkan kita dan anak keturunan kita untuk menjadi penghafal Al Quran dan terus meluruskan niat kita sebagai penjaga ayat-ayat cinta-Nya. </p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">Bismillah, </p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Pertama-tama, yang sangat kami sadari adalah.. hafalan itu berasal dari Allah Ta'ala, makanya kami gak gitu ngeyel, terserah Allah mau nitipin berapa banyak hafalan ke anak kami. Sebagai orang tua, kami hanya mengajarkan dan ikhtiar semampu kami, kemudian, kami kembalikan semuanya pada Allah Ta'ala. Makanya sejauh ini kami hanya mencoba menikmati prosesnya, ngga pernah ngerasa ada yang harus kami saingi atau apalah.. karena ya itu, terserah Allah Ta'ala saja, mau nitipin berapa juz ke anak kami. </p><span><a name='more'></a></span><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Barangkali, pelajaran mengenai mengenalkan Al Qur'an yang kami lakukan sudah dilakukan sejak masa kehamilan. Sejujurnya, sejak hamil, memang saya lebih memilih mendengarkan Al Qur'an di tengah gempuran katanya dengarin musik ini itu bikin cerdas. Waktu itu, surat yang paling sering saya dengar adalah surat Ar-Rahman. Ga ada ketentuan apapun sebenarnya, ga ada juga hadits yang nyebut kalo pas hamil harus membaca surat tertentu, cuma emang waktu itu suka aja dengar surat Ar-Rahman (maka jadilah anak pertama kami diberi nama 'Abdurrahman')</p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Saat anak pertama kami lahir, kami mulai mutarin murottal terus di rumah (sampai hari ini, Insyaa Allah), dimulai dari QS Al Fatihah dan Juz 30. Begitulah yang terus terjadi hingga anak pertama kami mulai bisa bicara. Bisa dibilang, anak pertama kami termasuk <i>late talker</i>, dia baru bisa bicara saat usia 2 tahun 3 bulan. Tapi sejak dia lahir ya kami memang memperdengarkan murottal terus di rumah, ntah berbentuk MP3 dari hape atau lewat TV (Meskipun yang dalam bentuk kartun, namun kami usahain yang versi ada murottalnya.)</p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Apakah kemudian dia menonton ? Tentu saja iya, <b>tapi akhirnya saya memilih mengajaknya main atau bereksplorasi supaya keinganan dia menonton teralihkan</b>, jadilah akhirnya dia main ala ala montessori tapi telinganya tetap mendengar murottal. </p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Saat anak pertama kami mulai bicara, kami mulai men-talqin-nya. Walaupun dia masih nyambung diujung-ujung ayatnya aja. Gapapa, namanya juga masih belajar; berproses. Lalu, apakah ada efek dari dengarin murottal sejak bayi ?</p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Biidznillah, ada. Saya rasa, walaupun waktu itu dia belum bisa ngomong, tapi ayat-ayatnya ada yang nempel dikepalanya. Saya juga baru <i>ngeh</i> sih setelah bongkar video lama, di usia 2 tahun 7 bulan, atas izin Allah, ternyata dia udah hafal Al Fatihah meskipun pengucapannya belum sempurna. Masyaa Allah.</p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Saat usianya menginjak 3 tahun, dengan artikulasi yang setidaknya lebih jelas dari saat usia 2 tahun dulu, kami mulai 'fokus' ngajarin dia. Waktu itu, niat awal kami hanya ngajarin dia surat-surat dasar aja : Al Fatihah, Ayat Kursi, An-Nas, Al Falaq, Al Ikhlas dan Al Kafirun. Tapi seiring dengan waktu, saya nanya ke anak saya, dia mau udah hafal segitu aja (lanjut lagi pas udah sekolah), atau mau lanjut surat yang lain. Dia bilang dia mau hafalin surat yang lain juga. Masyaa Allah.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><b>Bagaimana caranya ?</b></p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Begini, menurut kami, ketika kita ngajarin anak bernyanyi atau ngajak anak dengerin lagu, biasanya anak bakal cepat ngikutin dan hafal, bukan ? <b>Nah, gimana kalo kita tukar nyanyian dan lagu-lagu itu dengan ayat-ayat Al Quran aja ? Siapa tau jadi cepat ngikutin dan hafal juga ? </b></p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Lalu, <b>biasanya saya men-talqin-nya</b>, nanti dia ngikutin. Apakah dia sambil duduk tenang ? Tentu saja tidak, sampai hari ini dia menghafal masih sambil berlari kesana kemari dengan riang gembira, karena kalau disuruh duduk diam, dia gelisah dan sulit menghafal (karena memang gaya belajarnya dia kya gitu).</p><p style="text-align: justify;"><b><span> </span>Saya juga mengizinkan anak saya menghafal surat mana dulu yang dia mau</b>, biasanya kalo gini justru dia lebih cepat hafalnya, Masyaa Allah, dibanding dengan surat yang saya pilihin. Sejujurnya, surat terakhir yang anak saya hafal di Juz 30 ini adalah surat At-Takwir dan di juz 29 kemarin adalah surat Al Jin; dan saya akui di dua surat yang dia pilih belakangan ini memang banyak PR-nya dan membutuhkan waktu yang lebih dibanding menghafal surat lain yang dia pilih duluan. Syukurnya, pas sekolah ini.. gurunya ngizinin dia menghafal mana yang dia mau dulu karena gurunya pun paham kalau setiap anak punya metode yang berbeda-beda dalam belajar. Masyaa Allah.</p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Acak-acakan donk ? Insyaa Allah nggak, pas lagi murojaah biasanya saya yang ngasih tau urutannya yang sesuai, jadi AlhamduLillah walaupun menghafalnya lompat-lompat surat, tapi murojaahnya tetap berurutan Insyaa Allah.</p><p style="text-align: justify;"><b><span> </span>Jumlah ayat yang dihafal perhari biasanya bervariasi, tergantung dari panjang pendek ayatnya</b>. Kalau waktu belum sekolah dulu, biasanya 1-5 ayat/hari. Kalau pas udah sekolah gini ya sama juga sih sebenarnya, tergantung dari panjang pendek ayatnya, bisa 1-3 ayat/hari. Cuma mungkin bedanya pas udah sekolah ini lebih fokus dibanding waktu belum sekolah dulu.</p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Oh ya, sejak dia udah bisa baca, saya juga jadi beli papan tulis, papan tulis itu saya pasang di tempat strategis dia main. <b>Nah, biasanya ayat yang lagi dia hafalin, saya tulis tuh di papan tulis.</b> Jadi kan dia sekalian main, pas matanya liat ke papan tulis, sekalian dia baca. Atau pas dia lari-larian, sekalinya lewat papan tulis, sekalian ga sengaja kebaca juga. Insyaa Allah nempel dah tuh di kepalanya.</p><p style="text-align: justify;"><b><span> </span>Kami juga menyiapkan reward kepadanya</b>, bukan kami, tapi ayahnya. Jadi <b>kalau misalnya dia udah nyelesaiin berapa surat, biasanya dia dibeliin mainan atau apalah yang dia mau</b>. Tapi, tetap diingatkan, walaupun nanti barangkali ga ada hadiah, harus tetap semangat menghafal karena Insyaa Allah nanti Allah yang ngasih hadiahnya di surga, hadiah yang jauuuuuuuh lebih bagus dari semua hadiah yang ada di dunia.</p><p style="text-align: justify;"> Baik, kembali lagi mengenai "<i>muterin murottal sejak kecil dan seharian</i>". Efeknya ? Saya akui dari muterin murottal ini sangat membantunya menghafal, atas izin Allah. Kenapa ? Karena sejujurnya, kya pas hafalan juz 30-nya dulu, waktu QS Al Ghasiyah, dia udah '<i>nyelonong</i>' duluan sampe ayat ke 18 dari yang dia dengerin selama ini, jadilah tinggal melanjutkan ayat-ayat selanjutnya sampai selesai, begitu juga dengan surat-surat lainnya. Masyaa Allah. </p><p style="text-align: justify;"> <i><b> </b><b>Maka lagi-lagi, mau memperdengarkan apa ke anak kita selagi dia sedang berada difase "cepat mengingat" dan "cepat hafal", kembali pada pilihan masing-masing orang tua...</b></i></p><p style="text-align: justify;">---</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><b>Murojaahnya gimana ?</b></p><p style="text-align: justify;"><b><i><span> </span>Waktu belum sekolah dulu</i></b>, biasanya saya bagi dua : pagi setelah sarapan dan sore sebelum tidur. Jadi siang hari dimanfaatin buat hafalan. Jedanya tentu saja dipakai buat main. Jadi jadwal dia tuh gini : sarapan - murojaah - main - tidur siang - makan siang - hafalan - main - makan malam (sore sih biasanya) - mandi - murojaah - tidur. (atau kadang diputer main dulu, baru murojaah).</p><p style="text-align: justify;"><b><i><span> </span>Kalau udah sekolah sekarang</i></b>, biasanya pagi sebelum berangkat sekolah, dia murojaah surat yang lagi dia hafalin, pulang sekolah setelah makan - istirahat - main, saya nyediain waktu khusus satu jam untuk dia fokus hafalan - main lagi - makan - mandi - murojaah - tidur. </p><p style="text-align: justify;"><span> A</span>tau jadwal murojaah semua surat yang dia hafal saya geser semua ke weekend (Jumat sore murojaah semua juz 30, sabtu murojaah semua juz 29), tergantung anginnnya anak saya (tapi menurut saya ini lebih efektif untuk anak saya dibanding jumlah surat yang dihafal dibagi jumlah hari = segitulah yang harus dimurojaah-in dia setiap hari) </p><p style="text-align: justify;">---</p><p style="text-align: justify;"><b>Apakah ini non-stop ? Anak ga dikasi istirahat kah ?</b></p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Tentu saja ada jadwal istirahat, ada waktunya anak kami minta jeda tiga hari, satu minggu bahkan satu bulan. Dia ga minta pun kadang saya yang nyuruh karena saya mau istirahat ambil nafas juga. Desember kemarin pun<i> full</i> sebulan dia ga ada menghafal, libur dulu, katanya, sebelum lanjut lagi. Saya sih gapapa, gurunya juga bilang gapapa karena dia pun udah Masyaa Allah sejauh ini. <b>Tapi meski libur begitu, usahain tetap harus murojaah tiap hari biar yang udah dihafal sebelumnya nggak lupa</b>~</p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Dan lagi-lagi, kami pun sadar, dia tetaplah anak-anak yang dunianya adalah bermain dan bereksplorasi. Jadi biarlah dia tetap menikmati masa anak-anaknya dan menikmati proses belajarnya tanpa tuntutan.</p><p style="text-align: justify;">---</p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Sekarang, saya pun sedang mengulang cara yang sama pada anak kedua saya yang baru berumur 2,5 tahun yang kebetulan sama <i>late talker-</i>nya dengan anak pertama saya. Ya sama, masih ujung-ujungnya doank.. gapapa, ga masalah, namanya juga belajar~ nikmati prosesnya~</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><b><i>Apakah semua metodenya akan sama pada anak kedua saya ? </i></b></p><p style="text-align: justify;">Kita lihat nanti karena setiap anak punya cara dan kemampuan yang berbeda-beda.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><b><i>Lalu, apakah metode ini akan selalu dipakai pada anak pertama saya ?</i></b></p><p style="text-align: justify;">Sejauh ini, iya. Namun seiring dengan waktu, kita lihat saja karena pasti akan ada perubahan seiring dengan bertambahnya usia dan waktu sekolahnya.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Namun yang pasti, lagi-lagi, sebagai orang tua, kami hanya berusaha mengajar dan ikhtiar semampu kami dalam menjaga titipan Allah karena kelak Allah pasti nanya tentang pertanggungjawaban kami sebagai orang yang dititipkan oleh Allah. Iya, terserah Allah Ta'ala saja,</p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Dan... biarlah anak kami tumbuh sesuai dengan fitrahnya, biar dia menikmati semua proses yang dia jalani dalam menghafal Al Qur'an dengan sepenuh hati dan jiwanya..</p><p style="text-align: justify;">---</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Barangkali, itu aja sih cara yang saya lakuin selama ini. Yang paling utama, minta tolong sama Allah, minta sama Allah supaya kita dikasi kelapangan hati, kesabaran dan tenaga ekstra dalam mendidik anak-anak, minta supaya terus dilurusin niatnya .. Lillah.. Lillah.. Lillah.. karena yang paling utama tetaplah pandangan dan penilaian Allah, bukan manusia; pun anak-anak juga semoga diberi kemudahan dalam menghafal, mencintai dan mengamalkan Al Quran. Aamiin Allahumma Aamiin</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"> Semoga tulisan ini bisa membantu sedikit ya.. mohon maaf jika ada yang kurang berkenan~</p><p style="text-align: justify;"><span> </span>Semangat untuk kita sebagai orang tua yang sedang dan terus belajar dalam mendidik anak-anak kita, semoga kelak ketika hari akhir, kita bisa 'mengembalikan' titipan Allah ini dengan sebaik-baiknya sebagai orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Ta'ala..semoga Allah mudahkan kita mendidik anak-anak kita dalam kebaikan di tengah akhir zaman yang penuh huru hara ini..</p><p style="text-align: justify;"><span> </span><b>Barakallahu fiikum..</b></p><p style="text-align: justify;"><br /></p>-Linda- http://www.blogger.com/profile/15634976882270978053noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-403933899119217294.post-91963959959541223652023-01-08T19:05:00.130+07:002024-01-16T21:00:37.619+07:00Pemetaan Masuk TK<div style="text-align: justify;">Bismillah,</div><div style="text-align: justify;">Assalamualaykum,</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">Alhamdulillah tanggal 7 Januari kemarin,</div><div style="text-align: justify;">Anak pertama saya mengikuti "Pemetaan" di TK tempat ia kami daftarkan. Iya, namanya pemetaan bukan tes, lagian apanya yang mau di tes dari anak TK coba ? Pan mereka baru mau "belajar" sekolah. Nah, pemetaan ini biasanya menguji kemampuan kognitif, fisik motorik dan bahasa, biasanya bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang calon peserta didik. Nah kalo udah ada gambaran tentang peserta didik yang bakal diajar, setidaknya gurunya Insyaa Allah ada gambaran bakal menghadapi anak-anak yang kya gimana.</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">Begitu datang ke sekolah, </div><div style="text-align: justify;">Kami harus daftar dulu, terus anak-anak dikasi goodie bag pertama, isinya buku zikir pagi petang, tata cara sholat dan wudhu sesuai sunnah; name tag, pensil, susu dan biskuit. kemudian diberi nomor antrian pemetaan dan antrian wawancara orang tua dengan nomor yang sama. Berhubung kami datang agak santai tapi ngga santai-santai amat, kami dapat nomor antrian ke-16. Maka duduklah kami sambil bengong-bengong karena saya ngga kenal wali murid lain, yaaa ada lah kenalan dikit, basa basi gitu, nama anaknya sama pula dengan nama anak saya.</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">Saya pribadi Insyaa Allah yakin dengan kemampuan anak saya. Begitu saya tanya ke dia, dia bilang dia biasa aja, ngga takut. Ya, saya akui dia memang memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Sampai akhirnya dia yang dipanggil masuk kelas untuk pemetaan, orang tua ngga boleh masuk, jadi saya mantau aja di luar. Saya cuma pesan ke anak saya untuk gedein suaranya kalo ditanya.</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">Dari pantauan saya, </div><div style="text-align: justify;">Selama pemetaan, anak saya diminta untuk membaca surah An-Nas, menyebut bangun datar dan menentukan bangun datar yang sama sesuai dengan papan bangun datar yang ada di meja, menyebutkan warna origami sebelum akhirnya melipat origami menjadi berbentuk perahu. terakhir, diminta untuk melompat ke depan dan ke belakang. Alhamdulillah ia bisa melewatinya walaupun pas lipat origami agak nyangkut dikit. Setelah itu, origaminya boleh dibawa pulang dan dikasi goodie bag kedua.</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">Apakah langsung pulang ? </div><div style="text-align: justify;">Tentu tidak, Pemirsa. </div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">Saatnya wawancara orang tua. </div><div style="text-align: justify;">Sejujurnya, sesi wawancara ini cukup membuat saya <i>nervous</i>. Walaupun dulu sering menghadapi wali murid, tapi kali ini berbeda rasanya. Mungkin karena posisinya sekarang saya yang menjadi wali murid, bukan menjadi guru.</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">Saya sih berharapnya langsung diwawancara oleh Kepala Sekolah karena bagi saya lebih enak ngomong langsung sama "yang punya" dan AlhamduLillah kebagian jatah beneran diwawancara oleh Kepala Sekolah TKIT-nya. Selama wawancara, ada banyak hal yang dibahas, intinya sih tentang kemauan dan komitmen orang tua dalam mengikuti aturan dan sistem pendidikan di sekolah.</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;"><i><b>Bersediakah jika anaknya belajar menghafal Al Qur'an ditengah cibiran dari orang-orang yang meragukan bahwa anak TK bisa menghafal Al Qur'an ?</b></i></div><div style="text-align: justify;"><i><b><br></b></i></div><div style="text-align: justify;"><i><b>Bersediakan anaknya belajar agama Islam sesuai sunnah yang diajarkan di sekolah ?</b></i></div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">dan banyak lagi. </div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">Saya pribadi mengatakan pada Kepala Sekolahnya bahwa dulu saya pun seorang guru yang akhirnya memilih menjadi Ibu Rumah Tangga untuk mendidik anak-anak saya, maka Insyaa Allah saya pun akan turut membantu mengajar dan mendidik anak saya karena bagaimanapun tetaplah <b>"Al Ummu Madrasatul Ula"</b>. Dari pengalaman saya jugalah akhirnya saya memutuskan untuk memasukkan anak saya ke sekolah yang kami pilih ini, juga dari rekomendasi salah seorang murid saya yang bersekolah di sekolah lain (tapi berada di payung yayasan yang sama).</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">Pun mengenai pendidikan tahfidz, saya mengatakan bahwa saat ini Masyaa Allah anak saya pun sedang dalam proses menghafal juz 30, termasuk mengatakan bahwa ia belajar tahfidz dengan cara mendengar dan membaca tulisan yang biasanya saya tulis di papan tulis (Ya, AlhamduLillah anak saya udah bisa membaca dan menulis juga di usianya yang masih 4 tahun ini, atas izin Allah tentunya).</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">Setelah selesai wawancara, keluarlah saya dari ruang Kepala Sekolah tsb, ada rasa optimis sih, Insyaa Allah anak saya diterima di sini (walaupun mungkin semuanya memang bakal diterima), tapi yang jelas rasanya lega dan optimis aja gitu, apalagi obrolan saya dan Kepala Sekolah-nya insyaa Allah nyambung.</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEg6iQdv0C08YZgwWRnfxhYuJyCli3xAa7kq10RFxLn1lWQHOHnUvk_uRH0Nm4RPt_OOAfiKpB_EBooMPdYIbmS55xIhLslmzfVWFfR28PgOpOf8d5kfdcdA4u0NPCXlMCIK30ar2bY8t6hsBlwxS0TkKbhSipdTxYZ2qOMGzGL9SlayCOwTC_umiH4-" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEg6iQdv0C08YZgwWRnfxhYuJyCli3xAa7kq10RFxLn1lWQHOHnUvk_uRH0Nm4RPt_OOAfiKpB_EBooMPdYIbmS55xIhLslmzfVWFfR28PgOpOf8d5kfdcdA4u0NPCXlMCIK30ar2bY8t6hsBlwxS0TkKbhSipdTxYZ2qOMGzGL9SlayCOwTC_umiH4-" width="400">
</a>
</div><br></div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">Sejenak dan suami membiarkan anak kami main sebentar sebelum kemudian ngajak dia udahan dan duduk makan siang ke Mekdi.</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">Yaps, </div><div style="text-align: justify;">Bismillah,</div><div style="text-align: justify;">Semoga Allah ridho dengan pilihan kami untuk memasukkan anak-anak ke sekolah tsb. Semoga anak-anak tumbuh menjadi anak shalih, menghafal Qur-an, anak-anak yang mencintai Allah dan Rasul melebihi apapun. Aamiin Allahumma Aamiin</div><div style="text-align: justify;"><br></div><div style="text-align: justify;">Barakallahu fiik</div>-Linda- http://www.blogger.com/profile/15634976882270978053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-403933899119217294.post-81119389664818131862022-12-31T20:08:00.008+07:002023-01-24T21:00:00.947+07:00Memilih Sekolah untuk Anak PertamaBismillahirrahmanirrahim<div>Assalamualaykum wa rahmatullahi wa barakatuh,</div><div><br /></div><div>Setelah nyaris setahun tidak menulis blog ini, akhirnya saya kembali. hha</div><div><span>K</span>ali ini, saya menulis tentang sekolah. Iya, anak pertama saya, ngga berasa udah mau masuk TK, Insyaa Allah. Meskipun baru TK, kami sudah cukup serius untuk memilih sekolah untuknya. Alasannya ? karena segala hal dimulai dan ditanamkan sejak dini.</div><div style="text-align: justify;"><span><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span>Berbekal pengalaman saya yang ngga seberapa ini yang sempat menjadi guru dan mengajar di sekolah. Saya dan suami bertekad mencari sekolah yang beneran sekolah. Maksudnya, bukan sekolah yang hanya sekedar besar namanya di luar tapi ternyata cukup bobrok di dalam. </span></div><div style="text-align: justify;"><span><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span>Apalagi suami sempat mendengar sendiri waktu atasan saya ngomong, "Nanti nilainya si A jangan lupa dinaikin ya" setelah keluarga si A mengajak seluruh jajaran guru makan di restoran milik mereka. Syok ? Ya jelas. </span><br /></div><div style="text-align: justify;"><span><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span>Ditambah selama saya mengajar dulu, ada banyak request nilai dari orang tua siswa yang minta nilai anaknya minimal sekian sekian padahal saya tahu anak itu sungguh kurang layak untuk mendapat nilai yang diminta oleh orang tuanya ini. Maka, saya berlepas diri dari hal tersebut.</span><br /></div><div style="text-align: justify;"><span><span><br /></span></span></div><div style="text-align: justify;"><span><span>Juga nasib guru yang sama sekali ngga dihargai dan didengar oleh pejabat sekolah (kebetulan saya mengajar di sekolah swasta yang dinaungi oleh sebuah yayasan). Guru hanya dianggap seperti karyawan, dengan beban kerja yang luar biasa, tapi gaji yang AlhamduLillah harus cari tambahan lagi di luar. </span></span></div><div style="text-align: justify;"><span><span><span><br /></span></span></span></div><div style="text-align: justify;"><span><span><span>Dan juga</span> seringkali tanpa tabayyun, jika ada orang tua yang menyalahkan gurunya, langsung ditindak, sekali lagi.. tanpa tabayyun apakah anak tersebut salah juga atau tidak. Bahkan "menyerang" sesama rekan kerja sendiri: yang pintar mencari muka, maka ia yang menang,</span></span></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Termasuk hal-hal semacam sekolah berlabel agama namun isinya justru jauh dari syariat. Oh ya, saat dulu saya mendaftar sebagai guru, ada momen dimana saya ditertawakan karena memakai jilbab panjang, "Ngapain kamu pake jilbab kyak gitu" oleh seorang yang "katanya" paham agama. Oke, saya akan selalu ingat pada beliau yang emang agak lain sendiri pemahamannya, karena selama ini yang saya temui justru orang yang mendukung dan paham tentang tutup aurat sesuai syariat.</div><div style="text-align: justify;"><span> </span></div><div style="text-align: justify;"><span>----</span></div><div style="text-align: justify;"><span><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span><span>B</span>aik, itu sepenggal kisah tidak mengenakkan saya selama mengajar di sebuah sekolah yang *&^$$#$ dulu sebelum akhirnya saya resign dan menjadi Ibu Rumah Tangga hingga saat ini. Kembali pada topik kita tentang memilih sekolah untuk anak.</span></div><div style="text-align: justify;"><span><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span>Dengan dasar ilmu saya dibidang pendidikan (*sok iyeee), saya membuat konsep sendiri dalam mendidik anak saya, walaupun konsepnya ngga berpatokan amat sama pemerintah karena ini hanya pembelajaran pribadi, bukan setingkat sekolah. </span><br /></div><div style="text-align: justify;"><span><span><br /></span></span></div><div style="text-align: justify;"><span><span>Sejak awal, tentulah sebuat keluarga memiliki visi dan misi dalam mendidik anak mereka. Dari situ, kami mulai mencatat sekolah-sekolah yang kira-kira sesuai dengan visi, misi dan konsep yang selama ini kami ajarkan ke anak.</span><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span>Mencari tau dari berbagai sudut dan sumber; gedung sekolah, fasilitas sekolah sampai nanya ke orang yang anaknya sekolah di sana, nanya ke anaknya langsung dan nanya ke gurunya langsung. Kenapa ? Karena kami ngga mau terjebak di sekolah yang pake "katanya". Seringkali yang "katanya" itu hanya bagus untuk kalangan tertentu yang mendapat treatment sesuai dengan (dana) yang sudah dia keluarkan. Nggak semua, tapi yaaaa.. ada. Makanya kami memilih untuk survey langsung.</span></div><div style="text-align: justify;"><span><span> </span><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span>Dan setelah proses ini, maka mengerucutlan pilihan kami pada sebuah TK IT yang bermanhaj salaf di sini, apalagi saya sempat mengobrol dengan gurunya di sana tentang TK satunya lagi yang berada di bawah yayasan yang sama. Melalui pertimbangan tentang anak saya yang berjiwa kinestetik yang membutuhkan lapangan untuk menyalurkan energinya, life skills yang diajarkan di sekolah dan kurikulum yang tak jauh berbeda, maka Bismillah.. akhirnya kami mendaftarkannya di sana.</span></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Sebab dari pengalaman (pahit) saya saat mengajar dulu, saya sungguh menyaksikan bagaimana anak-anak yang berpotensi besar justru kalah dengan anak-anak yang uangnya besar. Maka, saya tak ingin anak saya menjadi seperti itu dan tak ingin anak saya disekolahkan di tempat seperti itu.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Sebagai orang tua, memang proses belajar (dan hijrah) kami belum sempurna, bahkan jauh dari kata sempurna, namun siapa tau ? barangkali lewat anak, Allah justru menitipkan hidayah itu. Semoga ini adalah pilihan yang tepat yang ditunjukkan Allah.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Barakallahu fiikum</div><div style="text-align: justify;"><br /></div>-Linda- http://www.blogger.com/profile/15634976882270978053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-403933899119217294.post-76786197187550610882022-02-04T20:39:00.001+07:002022-02-04T20:52:54.859+07:00Berdamai dengan Dermatitis Atopik<p style="text-align: justify;">Bismillahirrahmanirrahim,</p><p style="text-align: justify;">Assalamualaykum, </p><p style="text-align: justify;">Setelah 4 bulan berlalu pasca melahirkan anak kedua. Akhirnya saya memutuskan untuk kembali menulis blog ini, tujuannya sebagai catatan, pengingat tentang apa yang terjadi ketika anak kedua lahir, Ammar, namanya.</p><p style="text-align: justify;">Qadarullah saat berusia usia 2 bulan, Ammar dinyatakan dermatitis oleh dokter. Singkatnya, dermatitis adalah keadaan kulit meradang yang menimbulkan gatal. Awalnya saya ngerasa sama aja kya bayi biasanya, tapi setelah saya ingat-ingat lagi, sampe usia Ammar masuk 2 bulan, bagian alis matanya masih ada cradle cap meski sudah sering saya bersihkan, sebelum ia botak (karena aqiqah) pun saya sering merhatiin rambutnya kaya ketombean gitu. Pipinya pun merah, saya pikir ya kya Azzam dulu juga, pipinya merah, ntar juga baikan lagi.</p><p style="text-align: justify;">Tapi, makin hari malah makin merah, meradang, gak cuma bagian pipi tapi juga bagian kening,lipatan leher, ketiak, siku dan belakang telinga. Merah berair. Saya cobain produk yang pernah saya pakein ke Azzam waktu pipinya merah dulu.. ga ngefek, cobain beberapa produk lain juga, sama, ga ngefek. Sementara kulit kepalanya kya mengelupas kering gitu setelah dibotakin.</p><p style="text-align: justify;">Napas Ammar juga bunyi grok-grok (tapi ini masih wajar sebenarnya untuk bayi yang baru lahir hingga berusia 6 bulan). Selain itu, pernah juga suatu hari saya makan makanan bersantan selama dua hari, dan selama dua hari itu juga Ammar muntah (muntah lho ya, bukan gumoh), matanya berair dan agak bengkak dan napasnya bunyi-bunyi. btw, Ammar full dbf, jadi semua yang saya makan pun ikut Ammar rasakan kandungannya lewat ASI.</p><p style="text-align: justify;">Sampai akhirnya milih ke dokter anak andalan kami.</p><p style="text-align: justify;">Hasilnya : Ammar dermatitis. Untuk masalah kulit kepalanya, memang salah satu tanda tapi, kata dokter, kebanyakan bayi yang dibotakin juga bakal kya gitu. Sementara untuk kasus makanan bersantan, jika dicurigai Ammar alergi terhadap makanan tsb, boleh dicoba lagi dan amati reaksinya (saya milih skip ini karena ga tega liat reaksi Ammar setelah dua hari saya makan makanan bersantan sebelumnya). </p><p style="text-align: justify;">Ada pantangan ga karena Ammar dermatitis ?</p><p style="text-align: justify;">Gak ada, kata dokternya. Coba aja tetap dimakan, walaupun mungkin beberapa makanan bakal ngefek di Ammar, tapi tujuannya untuk membentuk antibodinya. Sama dengan kasusnya Azzam yang selalu bintitan tiap makan telur dulu, lama-kelamaan justru telur jadi makanan favoritnya dan ngga bintitan lagi AlhamduLillah. Lagian, dermatitis Ammar juga didapat dari faktor genetik. Dari dokter, diberi salep mengandung steroid karena radangnya emang yang udah parah. Penggunaannya 1 hari sekali aja saat tidur. Saya pake selama 5 hari karena emang penggunaannya ga boleh selama 7 hari berturut-turut.</p><p style="text-align: justify;">Saya yang sebelumnya udah baca beberapa literatur atau pengalaman rangorang, emang udah curiga kalo Ammar jangan-jangan emang kena dermatitis. Kenapa ? Pertama, dilihat dari tanda-tandanya; kedua, saya pun dermatitis. </p><p style="text-align: justify;">Jadi, karena saya punya dermatitis, saya berpotensi "menurunkan" dermatitis saya ke anak-anak saya. AlhamduLillah Azzam ngga, QadaruLLah Ammar yang dapat jatah dermatitis. Untuk kali ini, saya ga mau keras kepala amat kya jaman Azzam dulu, sebelum ke dokter saya emang udah "menerima" kalo misalnya akhirnya Ammar bakal dikasi salep mengandung steroid. </p><p style="text-align: justify;">Memang sih, salep steroid mungkin banyak efeknya, tapi dari beberapa literatur yang saya baca, "tidak masalah" digunakan pada keadaan tertentu daripada nantinya masalah kulit yang dialami tidak tertangani dengan baik atau justru semakin parah. Begitchu.</p><p style="text-align: justify;"><i><span style="font-size: medium;">"<span style="background-color: white; color: #606060; font-family: Oxygen, sans-serif;">Anak-anak khususnya bayi sangat rentan terhadap efek samping. Namun, jangan karena profil keamanan kortikosteroid topikal, maka anak-anak menjadi tidak diobati. Tujuannya adalah untuk mengatasi kondisi sebaik mungkin; pengobatan yang tidak memadai akan memperparah kondisi." (Sumber : </span><span style="text-align: left;"><span style="color: #606060; font-family: Oxygen, sans-serif;">http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-13-kulit/134-kortikosteroid-topikal)</span></span></span></i></p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">Sebelumnya saya udah beli berbagai produk : Zwitsal, Cussons, Buds, PureBB, Noroid, Mustela .. apalagi ya, lupa. Yang jelas lumayan menguras kantong, sejutaan juga buat bebelian krim yang cocok dikulit Ammar. Sampai akhirnya berhenti di Mustela, saya nyobain produk Mustela Stelatopia yang dirancang khusus untuk kulit jenis atopik. </p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjzXmtlXhZ3tQTRxm9uFofINXOc_YBs04twMvxdQe2XF3oCyexjfSJTezwGhDXcj-IuIW3TPWURoEvZp0sj3yXTNTyNkv8Y1HsqK5gSGoB9-pn4M2l6oboiktO6qQnX8lWDm0EL3rkKvRB6yycO8aC0M95nNKp9PjByQAYCIALoUHkFTLnSCnqIAxDf=s500" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="font-size: x-small;"><img border="0" data-original-height="500" data-original-width="500" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjzXmtlXhZ3tQTRxm9uFofINXOc_YBs04twMvxdQe2XF3oCyexjfSJTezwGhDXcj-IuIW3TPWURoEvZp0sj3yXTNTyNkv8Y1HsqK5gSGoB9-pn4M2l6oboiktO6qQnX8lWDm0EL3rkKvRB6yycO8aC0M95nNKp9PjByQAYCIALoUHkFTLnSCnqIAxDf=s320" width="320" /></span></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Salah satu produk Mustela yang saya gunakan untuk Ammar</span></td></tr></tbody></table><br /><p style="text-align: justify;">Apakah berjalan lancar ?</p><p style="text-align: justify;">Tentu tidak, Ferguso. Karena seringkali pipinya kembali meradang, terlebih di daerah-daerah lipatan, bahkan belakang kepalanya ikut-ikutan merah berair. tapi setidaknya lebih dan kurangnya membaik daripada saat kondisi awal sebelum ke dokter. Pun dibantu dengan produk Buds untuk meminimalisir merah-merah di lipatannya. Kalau emang udah mulai parah lagi, saya pakein salep dokter. Sementara kalau tidur, Ammar masih dibedong karena dia suka garuk-garuk.</p><p style="text-align: justify;">Hal kya gini kadang bikin saya bingung sendiri, ngerasa ada salah makan atau gimana. Jadi, saya yang tukang ngemil mesti agak nahan diri jadinya. Kadang jadi maksa nahan lapar padahal tau sendiri kan ibu menyusui adalah salah satu makhluk rawan lapar di muka bumi ini. Tapi saking khawatir efeknya di Ammar, saya menahan. huhuhu :(</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgeP0DlFl9g9aT0lqTzOH055nZiYGW9G75dP4d26vwwAxlnJwQNC5I1U0E4_GBX81SOkOSbJPcOj8q7NdHfM4R_tK2_lHdxnA7ifOb-JeYEEV4OepAr6zYy3shZCatvL0uN08Jmd_P1ULRyI6JZgFXRH58HntJdL2AQ_cA-FKEdUM5ZvanKkJ0CixZB=s2619" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="font-size: x-small;"><img border="0" data-original-height="2619" data-original-width="1961" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgeP0DlFl9g9aT0lqTzOH055nZiYGW9G75dP4d26vwwAxlnJwQNC5I1U0E4_GBX81SOkOSbJPcOj8q7NdHfM4R_tK2_lHdxnA7ifOb-JeYEEV4OepAr6zYy3shZCatvL0uN08Jmd_P1ULRyI6JZgFXRH58HntJdL2AQ_cA-FKEdUM5ZvanKkJ0CixZB=s320" width="240" /></span></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Kondisi kulit Ammar yang udah "agak mendingan" <br />dibanding saat masih membara-membaranya.<br /><br /><br /></span></td></tr></tbody></table></p><div style="text-align: justify;">Oke, lanjut ke produk yang dipake Ammar. </div><p></p><p style="text-align: justify;">Setelah jalan 2 bulan pemakaian produk Mustela Stelatopia, lama-lama saya ngerasa ga banyak perubahan di kulit Ammar, lipatannya masih sering merah meradang, masih sering dibantu salep steroid; punggungnya masih bintik merah dan kulit perutnya masih belang-belang bintik merah.</p><p style="text-align: justify;">Saya ? Stres donk. Bisa kadangan nangis putus asa. Ga tau ini Ammar mesti digimanain kulitnya supaya membaik. Akhirnya, setelah menghela napas panjang, bukan, setelah membaca banyaaaak banget pengalaman orang menghadapi dermatitis atopik anaknya, saya merasa... saya harus berdamai dengan dermatitisnya Ammar. bukan terus-terusan khawatir dengan kondisi ini. Saya ga sendirian kok.</p><p style="text-align: justify;">Setelah pelan-pelan menerima keadaan dan kembali penasaran, saya mencoba produk lain lagi. Sabun mandi Ammar yang sebelumnya juga Mustela, saya ganti dengan PureBB Liquid Soap yang (katanya) memang bagus untuk kulit bayi yang sensitif. Hasilnya ? Hingga saya nulis blog ini, Ammar masih pake sabun ini karena ternyata dia lebih cocok pake PureBB Liquid Soap ini. Insyaa Allah Ammar bakal saya pakein sabun ini terus. </p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEieIRAwdRvw5wJK7tkRMJXw6Z8qXPl8VdAPBYDS06J1KfqP0LJFoIGRLuUpgVlj-2DpvuXkA9WVQuVjmGdgoJi0JAhgDH2xdUZy6jQ7TAfs8AbzliVom9KCRZJ8-CjYy6KVozDaURhxxkAekepnvRn1o_DOg_9n9zlaOwGKXdWOyMfw5XeMFp4b6UWz=s800" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="800" data-original-width="800" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEieIRAwdRvw5wJK7tkRMJXw6Z8qXPl8VdAPBYDS06J1KfqP0LJFoIGRLuUpgVlj-2DpvuXkA9WVQuVjmGdgoJi0JAhgDH2xdUZy6jQ7TAfs8AbzliVom9KCRZJ8-CjYy6KVozDaURhxxkAekepnvRn1o_DOg_9n9zlaOwGKXdWOyMfw5XeMFp4b6UWz=s320" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">PureBB Liquid Soap</span></td></tr></tbody></table><br /><p style="text-align: justify;">Untuk krimnya, saya mengganti menggunakan Atopiclair Cream. Huhu, Masyaa Allah, krim ini mungkin ngga seeksis krim lain yang lebih punya "nama" ya.. tapi selama dua minggu nonstop saya pakein krim ini ke Ammar, bagian lipatan Ammar ga pernah lagi radang, dia juga ga pernah lagi dipakein salep dokter. Punggungnya juga ga bintik merah lagi, bagian perutnya juga begitu. hanya saja untuk belang-belangnya, kata dokter (kemarin kami kontrol ke dokter lagi) emang membutuhkan waktu beberapa bulan ke depan, bakal hilang seiring dengan waktu, seiring dengan kulitnya yang beregenerasi.</p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjyeuDp-HZSadqR18mvcTP2sI7VSORR_hEZtWvKtVqYTBKxdGfBk0Ue_sJ99LG2NAiHt5FCHSW761WLPEqezgdge-6-WpdPUTBCi3D6-21pG5QbRJCy6tdXzmsj6q9KSThoJm1hR4BrPgt0yY_PCVRywusM3kTjmpNgf7UjSKPXE3TV8N-TTsiIP2Eo=s948" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="font-size: x-small;"><img border="0" data-original-height="948" data-original-width="495" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjyeuDp-HZSadqR18mvcTP2sI7VSORR_hEZtWvKtVqYTBKxdGfBk0Ue_sJ99LG2NAiHt5FCHSW761WLPEqezgdge-6-WpdPUTBCi3D6-21pG5QbRJCy6tdXzmsj6q9KSThoJm1hR4BrPgt0yY_PCVRywusM3kTjmpNgf7UjSKPXE3TV8N-TTsiIP2Eo=s320" width="167" /></span></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Atopiclair Cream. <br />Cinta banget sama krim ini, Masyaa Allah</span></td></tr></tbody></table><p><br /></p><p style="text-align: justify;">Sekarang, untuk harian, Ammar saya pakein Noroid setiap habis mandi. Kalau misalnya merah lagi pipinya, saya olesin Atopiclair Cream, langsung kalem lagi kulitnya. Oh ya, Atopiclair Cream & Noroid ga mengandung steroid, insyaa Allah aman. Bagian lain insyaa Allah udah ga ada masalah. AlhamduLillah, mungkin juga karena Ammar makin gede jadi antibodinya makin kuat. Ammar juga udah mulai ga pake bedong lagi tiap tidur, udah ngga yang hobi menggaruk kya dulu.</p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgeNL_VNeamB4SEnggqzD5Ut76gwPmzHHGNblMnkbn1se6mSZdDDSN0xAnR8Z6Xc7vJk624DO-GYjyzY3NDfszIm_6Zkmf51Z6UxfhwqblCSeVX5HM-2muedIMyRjDZ5HenJ4Z0xXfL7eEljriTBFLGX_ijtPc7X0Mkq2xun8DLivzmAm1yRvMy0W6N=s431" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="431" data-original-width="290" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgeNL_VNeamB4SEnggqzD5Ut76gwPmzHHGNblMnkbn1se6mSZdDDSN0xAnR8Z6Xc7vJk624DO-GYjyzY3NDfszIm_6Zkmf51Z6UxfhwqblCSeVX5HM-2muedIMyRjDZ5HenJ4Z0xXfL7eEljriTBFLGX_ijtPc7X0Mkq2xun8DLivzmAm1yRvMy0W6N=s320" width="215" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Noroid Soothing Cream</span></td></tr></tbody></table><p><br /></p><p style="text-align: justify;">Sebenarnya fungsi bedong selama ini juga bukan untuk menghangatkan sih, karena saya bukan mamak-mamak bedong lovers, Ammar suka keringatan. Pake bedong tuh sebenarnya lebih untuk menahan tangan Ammar supaya ngga menggaruk-garuk pas tidur. Karena garuk menggaruk membuatnya tidur ngga nyenyak, kebangun dan rewel. Alhamdulillah sekarang ga lagi pake bedong, lagian makin gede gini dia juga makin kuat ngebuka bedong. Kan bahaya, takut mukanya ketutup bedong pas saya lagi tidur.</p><p style="text-align: justify;">Belakangan ini saya udah mulai coba-cobain makan ini itu lagi karena Insyaa Allah maret nanti Ammar udah MPASI. Mudah-mudahan aja ga ada alergi. Aamiin. Insyaa Allah mulai cukup optimis sih karena kalo saya nyoba makan daging, alhamduLillah ga ada efek di dia (sebelumnya matanya suka bengkak kalo saya makan daging). Kemarin juga coba minum susu cimory cashew ukuran 125ml, AlhamduLillah ga ngefek apa-apa lagi di dia. Sebelumnya saya nahan beberapa bulan ga minum susu padahal saya penggila susu dari masih kecil.</p><p style="text-align: justify;">So, dari beberapa bulan perjuangan saya menghadapi dermatitisnya Ammar, banyak ilmu yang saya dapat tentang masalah kulit anak. Saya memilih ngga anti krim steroid tapi bukan berarti mendukung penuh penggunaannya. Ngga dosa pake krim mengandung steroid asal kita tahu batasnya dan gunakan di saat benar-benar mesti digunakan, bukan waktu merah dikit.. langsung dikasi. Nggak. Ga gitu.</p><p style="text-align: justify;">Berdamai dan "menerima" keadaan yang menjadi kunci dari pengalaman saya menghadapi dermatitis atopiknya Ammar. Sabar. Toh mau apalagi ? Karena QadaruLlah dermatitisnya pun ia dapat dari saya. Maka saya sebagai ibunya pun harus "bertanggung jawab". Semangat! Semangat!</p><p style="text-align: justify;">So, sekarang yang jadi andalan saya dalam menghadapi dermatitisnya Ammar ya tiga produk tadi : </p><p style="text-align: justify;">1. PureBB Liquid Soap (Sabun Mandi);</p><p style="text-align: justify;">2. Noroid (krim harian; btw, ini krim rekomendasi dari dokter); dan</p><p style="text-align: justify;">3. Atopiclair Cream (kalo pipinya mulai merah).</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">Semoga seiring dengan waktu dan semakin bertumbuhnya Ammar, kulitnya bisa semakin kuat. </p><p style="text-align: justify;">Sehat-sehat ya, Dek Ammar..</p><p style="text-align: justify;">Sehat-sehat juga, Mas Azzam...</p><p style="text-align: justify;">Sehat-sehat, anak-anak shalihnya Bunda..</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><br /><p><br /></p>-Linda- http://www.blogger.com/profile/15634976882270978053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-403933899119217294.post-35896748153081847572021-09-16T11:13:00.004+07:002022-01-22T21:30:53.023+07:00Melahirkan Mujahid Kedua : Seorang Hamba Allah Swt yang Bahagia dan Memiliki Iman yang Kokoh. Bismillah<div>Assalamualaykum, </div><div>*lanjut dari postingan sebelumnya.</div><div><br /></div><div>Minggu ke 38 akhir, </div><div>Lebih tepatnya 38 minggu 6 hari, ketika saya sudah berada di fase pasrah, lebih pasrah dengan berapapun berat badan janin dan apapun tindakan melahirkan yang akan dilaksanakan nanti; Akhirnya gelombang cinta itu datang. Mulai terasa sejak pukul 3 dini hari. </div><div><br /></div><div>Berbeda dengan kehamilan pertama yang dimulai berjeda-jeda sejak pukul 1/2 11 malam - 1/2 3 dini hari - subuh - ba'da subuh - 15 menit sekali, dst</div><div><br /></div><div>Kali ini justru terasa langsung 5 menit sekali. Karena saat itu suami kerja shift malam dan nunggu Beliau yang langsung pulang begitu saya kabari mengenai kontraksi yang sudah intens, saya memilih baring doank sambil (sok-sokan) latihan pernapasan. </div><div><br /></div><div>Begitu suami pulang, saya baru berani mondar mandir di rumah, main birthing ball biar makin cepat bukaan dan tentunya sarapan! ngisi tenaga karena waktu melahirkan Si Sulung, Azzam, dulu, saya sama sekali ga makan, cuma fokus di rasa sakit kontraksi. Minum air putih pun saat itu rasanya ga masuk lagi. Jadi untuk proses melahirkan yang kedua ini, saya ga mau mengulang kesalahan yang sama *eaa~</div><div><br /></div><div>Setelah menelpon klinik, akhirnya kami bersiap-siap. Azzam ikut, tentunya. Kami tidak menitipkannya dirumah siapa-siapa, kami meminta tolong sepupunya (a.k.a keponakan saya) yang sudah duduk dibangku kuliah untuk menemani bermain di kamar di klinik selagi saya melahirkan ditemani suami. Karena memang dia tidak pernah dititipkan ke rumah orang dan saya yang ga gampang percaya lagi untuk nitipin dia sejak kejadian diberi minum air gula seminggu sebelum masa MPASI-nya. Lagipula, setiap ditanya, dia selalu menjawab bahwa dia tidak mau ke rumah sepupunya jika tidak bersama saya.</div><div><br /></div><div>Sekitar pukul 7 pagi, kami berangkat ke klinik. Saya ga lagi cek ke bidan deket rumah kya waktu melahirkan pertama dulu untuk cek bukaan berapa, tapi langsung ke klinik karena kontraksi yang emang udah intens mulai 3 menit sekali. </div><div><br /></div><div>Kalo dulu hospital bag hanya berupa tas punggung, sekarang bawa koper karena di dalamnya otomatis udah ada tambahan baju Azzam untuk selama nginap di sana. Di dalamnya sudah saya susun per-set pakaian menggunakan zipper bag. </div><div><br /></div><div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><br /></div><div>Begitu nyampe sana, kisaran pukul 8, dicek bukaan. Ternyata sudah bukaan 4, Pemirsa. Kemudian diminta untuk menunggu di kamar. Kami memilih kelas 2. Karena situasinya saya hanya satu-satunya orang yang sedang melahirkan di tanggal segitu, jadi yaa ga ada orang lain di kelas apapun. Bener-bener cuma kami doank.</div><div><br /></div><div>Sambil menunggu, saya mondar-mandir di kamar, sesekali ngemil roti. Setelah itu, saya dan suami diminta langsung ke ruang bersalin. Azzam ditinggal main bareng sepupunya. Saya emang sengaja bawa lego dan buku untuk dia supaya dia ga bosan.</div><div><br /></div><div>Nyampe ruang bersalin, saya di tes antigen dulu. Setelah itu, untuk mempercepat bukaan, ketuban saya dipecah. Udahlah ya, udah tau sendiri kalo ketuban pecah itu udah mulai tak terkontrol rasanya. Di situ saya masih sok-sokan latihan pernapasan sambil ngeremas tangan suami tiap kontraksi datang, tapi tenang aja, hampir tiap hari saya ngecek kuku kok, jaga2 kalo melahirkan siapa tau saya khilaf nyakar suami π. </div><div><br /></div><div>Makin lama kontraksi mulai membabi buta. Dokter yang waktu itu juga udah standby bilang, yaudah kalo ga tahan lagi nahan kontraksi, gapapa, Beliau pijat supaya jalan lahir ga ketutup. </div><div><br /></div><div>Setelah itu, barangkali kisaran 30 menit, udah bukaan lengkap dan diminta ngejan tiap kontraksi datang. Saya rasa yang bantuin dokter udah siapin mental dengan semua kemungkinan, secara mereka liat riwayat melahirkan sebelumnya yang notabene berat bayinya 2,55kg aja udah pake vakum. Apalagi ini yang prediksinya 3kg. </div><div><br /></div><div>Setiap kontraksi datang, saya ngejan. Berkali-kali, masih belum keluar-keluar, saya mulai putus asa. Selang oksigen udah dipasang. Rasanya pengin ngomong gini aja, "Dokter, gunting aja langsung perineumnya ! Vakum langsung gapapa!", tapi kan ga boleh gitu kan.. mesti bertahap ikhtiarnya.. </div><div><br /></div><div>Ngejan berkali-kali masih belum lahir-lahir, bahkan sampe kepala saya diangkat suami, perut didorong sama dua asisten dokter. Masih juga belum keluar. Seperti biasa, perineum di gunting, akhirnya coba pake vakum. </div><div><br /></div><div>Dan.. Masih belum keluar juga π Saya pasrah banget, yaudahlah apapun itu.. mau diapain kek, terserah, kalo kenapa-napa.. Insyaa Allah ini jihad saya tapi tetap aja kepikiran sama Azzam, Karena dia selalu nungguin "adek lahir" supaya bisa tidur pelukan sama saya lagi, supaya bisa digendong saya lagi, supaya bisa main ditemenin lagi.</div><div><br /></div><div>Sampai akhirnya vakum dihentikan. Dipakailah FORSEP untuk menarik Mujahid Kedua ini. QadaruLlah dengan bantuan forsep, akhirnya lahir juga. Sama kya Azzam dulu, dia ga langsung nangis, jadi dilakukan beberapa tindakan sampai akhirnya dia nangis. Karena kondisinya, lagi-lagi saya ga bisa langsung IMD, hanya diciumkan ke saya, karena langsung harus mendapat perawatan dengan kondisinya. Hiks. </div><div><br /></div><div>Suami diminta ikut untuk ngurus keperluan bayi. Saya masih di ruang bersalin, proses jahit menjahit pun dimulai. Selama proses jahit menjahit, saya pasrah karena robekan kali ini sampai derajat 3 (*browsing aja sendiri derajat 3 tu yg kya gimana). </div><div><br /></div><div>Saya sempat nanya ke dokter, "Dokter, jaitannya banyak ya ?" </div><div><br /></div><div>Beliau menjawab, "Nggak sebanyak waktu melahirkan Azzam dulu.." (*beliau udah kenal Azzam, sempat nanyain Azzam sebelum persalinan dimulai)</div><div><br /></div><div>Saya tau, Beliau menghibur saya, lagian dulu pas jahit juga sama dokter yang lain. Selama 30 menit (lebih), proses jahit menjahit belum selesai-selesai juga. Dari yang ga berasa ketika jarum ditusuk, sampe akhirnya berasa. Saya rasa lebih lama proses menjahit daripada proses melahirkannya π . Selama proses menjahit, saya diberi teh manis yang diminumkan pake pipet dan dipegang asisten dokternya. </div><div><br /></div><div>Setelah selesai proses jahit menjahit, bekas darah-darah di tubuh saya dibersihkan. Dokter yang kebetulan memang ada jadwal praktik di salah satu RS langsung pergi, saya sempat bilang "Makasi, Dokter.. "</div><div><br /></div><div>Kelar semuanya. Saya dibawa lagi ke kamar. Azzam udah nunggu di depan pintu kamar. Suami masih dimana-mana (*gatau dimana) ngurus Mujahid Kedua. </div><div><br /></div><div>Azzam langsung tanya, "Adek udah lahir ?"</div><div><br /></div><div>"Udah.. "</div><div><br /></div><div>"Bunda udah boleh gendong Azzam ?," Pertanyaan selanjutnya dia, permintaan sederhananya. </div><div><br /></div><div>"Tunggu Bunda sembuh dulu ya, Nak.. "</div><div><br /></div><div>Setelah itu, seperti biasa. Dua jam pertama, masa genting. Kebas rasanya. Saya ngantuk berat, tapi nahan mata dulu di dua jam pertama ini sambil makan roti sama minun air putih. Udah bawa susu coklat rasa hazelnut kesukaan saya dengan niat, "ah pengin minum ini ah nanti biar enak abis melahirkan" *halah~ apalah daya, tak berselera. </div><div><br /></div><div>Btw, suami juga belum tidur semalaman. Azzam emang ngga tidur siang, main terus, emang sengaja juga sih supaya setelah maghrib dia langsung tidur dan kita semua bisa istirahat *planningnya gtu. Saya sempat mual pengin muntah. Dipapah ke wastafel, tapi ga muntah, perut masih amburadul rasanya. </div><div><br /></div><div>Siangnya, setelah dua jam pertama berlalu. AlhamduLillah. Saya nyuruh suami tidur, kasian sih.. udahlah kemarin kerja masuk shift malam, ga tidur. Paginya lanjut lagi. Beliau sudah melakukan yang terbaik sebagai suami dan ayah bagi anak-anak. Sudah turut berjuang dan menjadi saksi perjuangan istrinya, malah kyanya tiap melahirkan, justru suami yang nangis, bukan saya. Jadi reward dari saya adalah meminta Beliau tidur.. istirahat.. *reward macam apa ini. </div><div><br /></div><div>Saya melahirkan sekitar pukul 10 pagi, sementara Si Bayi baru diantar ke saya sekitar pukul 3 sore. Di sisi kepalanya ada jejak merah bekas forsep yang Insyaa Allah bakal hilang seiring waktu (AlhamduLillah bekasnya udah hilang ketika postingan ini di tulis). </div><div><br /></div><div>Ga usah ditanya se-excited apa Azzam sampe manjat terus-terusan liat adeknya di box bayi. Memang agak mengerikan liatnya π, tapi di satu sisi.. di situ dia mulai menunjukkan sikapnya sebagai abang : puk puk adeknya tiap adeknya mulai rewel dan nangis. Dia auto manjat kursi, puk-puk adeknya pelan-pelan. Masyaa Allah. Semoga Allah selalu menyatukan hati kalian ya.. Dua mujahid kesayangan Bunda.. </div><div><br /></div><div>Sekarang, AlhamduLillah udah seminggu berlalu. Kalau diingat-ingat lagi saya "diobok-obok", rasanya langsung nyuuusss.. Belum lagi liat gambar jahitan perineum derajat 3 di google, nyut-nyutan rasanya π</div><div><br /></div><div>AlhamduLillah tali pusar udah puput. Jahitan perineum saya juga udah mulai sembuh, saya masih menggunakan perawatan yang sama dengan cara yang saya pake waktu melahirkan Azzam dulu : basuh dengan air hangat campuran dettol liquid, pake kain kasa + betadine (beneran merk betadine karena lebih cepat kering) dan pembalut atau pantyliner (kalau darah nifasnya udah mulai berkurang). Terakhir cek, dokter bilang kisaran 5 hari lagi masih mesti pake gituan. Kalo dihitung masa penyembuhan jahitannya berkisar 2 minggu, beda dengan dulu yang 1 minggu jaitannya udah kering *yaiya, yang kali ini lebih amazing~ </div><div><br /></div><div>Trauma ga kira-kira ? </div><div>Yang saya tau, hamil dan melahirkan adalah fitrah perempuan. Hamil dan melahirkan adalah "kesakitan" yang dirindukan. Meski nyawa taruhannya. </div><div><br /></div><div>Dan lagi-lagi, </div><div>Saya cuma bisa bilang JazaakiLlahu khayran katsiran untuk dokter yang menangani saya selama ini : dr. Aad. Dokter yang selisih usianya hanya 2th dari Ibu saya.. yang selalu mengingatkan saya untuk terus berdoa sama Allah, yang selalu optimis dan meyakinkan saya. Dokter yang Masyaa Allah luar biasa bagi saya.. Sungguh, hanya Allah yang mampu membalas segala kebaikan Beliau.. Hiks. </div><div><br /></div><div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhDJuros_AF59faKncm6TiJ_fJLJNnrj64w_om4BoFpHA4i_Ena2UUfv5z4adu9e0OsO3CFGg-MphK9EoHmdKz1nKscFUtGedeT0qrE6cRY8knRkggrdAs_boOJaUXXXmV6Cap7JaUfZSiclPUxN6ubFJrEIknXkhC_n7Wc6Ei1kAEbvshHSeAfhH-o=s1080" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1080" data-original-width="1080" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhDJuros_AF59faKncm6TiJ_fJLJNnrj64w_om4BoFpHA4i_Ena2UUfv5z4adu9e0OsO3CFGg-MphK9EoHmdKz1nKscFUtGedeT0qrE6cRY8knRkggrdAs_boOJaUXXXmV6Cap7JaUfZSiclPUxN6ubFJrEIknXkhC_n7Wc6Ei1kAEbvshHSeAfhH-o=s320" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="text-align: left;">"Walau badan Linda kecil, tapi Linda Ibu yang yang tangguh," Kata Beliau. Masyaa Allah. </span></div></div><div><br /></div><div>Saya sedih. Beneran sedih. Kontrol terakhir pasca melahirkan sama Beliau. Berasa ga pengin pisah gitu. Hahaha. Tapi kalau ditanya, nambah lagi nggak ? Allahu'alam karena ada beberapa pertimbangan syar'i yang kami pikirkan mengingat kondisi saya selama dua kali kehamilan & persalinan. Semoga saya bisa ketemu Beliau lagi di kajian atau seminar yang diisi Beliau. </div><div><br /></div><div>Pun terakhir kontrol kemarin, Azzam bilang, "Terima kasih ya, Ibu Dokter, Adek Azzam udah lahir.." Masyaa Allah.. Iya, Beliau selalu meladeni Azzam yang juga selalu bercerita setiap kali kontrol. Apapun yang Azzam ceritakan, Beliau mendengarkan dan merespon dengan excited. Azzam yang memang suka berceloteh ini ya makin senang kalo diladeni π</div><div><br /></div><div><div>Yaps,</div><div>Begitulah, </div><div>setiap kehamilan dan persalinan punya cerita yang berbeda, perjuangan yang berbeda-beda pula. Jika ada yang menganggap "melahirkan anak kedua lebih mudah", alhamduLillah bagi yang diberi "kemudahan", tapi setiap Ibu punya perjuangannya sendiri. Allah sudah menakarnya. Mau melahirkan dengan cara apapun, semuanya jihad. </div><div><br /></div><div>Kami semua sedang belajar. Saya pun tak menuntut Azzam untuk "pengertian" terhadap adeknya, karena bagi saya.. kami selaku orang tuanya lah yang lebih dulu harus belajar, bukan menuntut anak usia 3th untuk lebih pengertian terhadap adeknya. Semoga kami bisa menjaga dan mendidik amanah-amanah Allah ini sebaik-baiknya dengan ridho Allah.. Aamiin.. </div></div>-Linda- http://www.blogger.com/profile/15634976882270978053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-403933899119217294.post-64722510390918538032021-09-12T20:41:00.000+07:002021-09-12T20:41:56.727+07:00Kehamilan Mujahid Kedua Bismillahirrahmanirrahim.. <div>Assalamualaykum, </div><div>Jadi sebenarnya dari zaman hamil, udah pengin banget nulis blog ini. Tapi sering milih tidur aja daripada nulis *toyor</div><div><br></div><div>AlhamduLillah.. </div><div>Masyaa Allah tabarakAllahu.. </div><div>Mujahid yang Insyaa Allah dititip Allah lewat rahim saya bertambah satu lagi, Ammar, panggilannya; setelah mujahid pertama kini berusia > 3 tahun. </div><div><br></div><div>Sengaja aja sih, nyari yang semua namanya panggilan depannya A. Biar dari ayah sampe anak panggilan depannya huruf A *apasih. </div><div><br></div><div>Dimulai dari kisah kehamilan kedua yang nyaris berbeda dari kehamilan pertama. Zaman hamil pertama dulu, saya cuma ngerasain morning sickness selama 3 bulan pertama, sementara kali ini sampe trimester 3 saya masih morning sickness. </div><div><br></div><div>Belum lagi kehamilan kedua yang bikin saya pengin makan makanan manis padahal tau beresiko banget terhadap berat badan janin untuk perempuan berukuran tubuh kya saya (fyi, tinggi saya alhamduLillah kisaran 145cm saja). </div><div><br></div><div>Hamil pertama yang hampir tiap bulan langganan demam sementara hamil kedua yang AlhamduLillah cuma sekali aja pernah pilek. Sisanya sehat Insyaa Allah.</div><div><br></div><div>Malas mandi - rajin mandi, dan sebagainya yang rata-rata cukup berbanding terbalik. Tapi tetep ada sedikit persamaan : berat badan saya yang ga begitu naik banyak, mentok di 43kg; kulit wajah yang ga berjerawat walau hanya cuci muka sekali + ga skinkeran sama sekali. </div><div><br></div><div>Makanya saya ga pernah percaya sama mitos hamil. Yang katanya hamil anak perempuan ginilah, anak laki-laki gitulah. Padahal saya sama-sama hamil anak laki-laki, tapi yaaa hampir beda bawaannya. </div><div><br></div><div>Selain itu, ada juga persamaan dari kehamilan kedua ini : Beresiko prematur. </div><div><br></div><div>Iya, </div><div>Keduanya beresiko prematur. </div><div>Kenapa ? Karena ukuran tubuh saya yang "segini", janin yang semakin bertambah beratnya dan leher rahim yang tergolong "cepat terbuka" (monmap ga tau istilahnya) jadi janin keburu kecepatan masuk panggul. </div><div><br></div><div>Kalau kehamilan pertama udah masuk panggul dan "turun" di minggu 32, hamil kedua ini dimulai sejak minggu ke 25. Jadilah sejak minggu ke 25 saya udah diberi obat relaksasi rahim karena resiko prematurnya lebih besar. </div><div><br></div><div>Kalo keliatannya saya nyantai-nyantai, setrong, kya biasa dan sebagainya, percayalah, itu hanya tampak luarnya saja. Saya lebih banyak bedrest, istirahat. </div><div><br></div><div>Tapi salah satu yang saya syukuri adalah.. saya dititipkan anak pertama yang hatinya penuh kasih sayang dan pengertian; yang "ngizinin" saya istirahat bahkan ngingetin saya untuk istirahat aja sementara dia main sendirian di sebelah saya. Pun main dengan saya, biasanya saya main sambil baring dan tak ada protes darinya *tisumanatisu, hiks. </div><div><br></div><div>Makanya setelah saya melahirkan dan sembuh pasca persalinan, saya hanya ingin "menebus" waktu saya dengannya.</div><div><br></div><div>Baik, kembali pada topik. Jadi selama kehamilan minggu ke 25, saya mesti benar-benar hati-hati, karena kata dokter, minimaaaaall banget, kesiapan lahir dari seorang bayi adalah minggu ke 36. Meski masih tergolong prematur, tapi kalau pun ada resiko, resiko yang ditimbulkan ngga begitu besar. </div><div><br></div><div>Selama menanti minggu ke-36, selain banyak istirahat, saya juga sering sounding, tentunya dibantu oleh suami & Si Sulung. Soundingnya sih minta lahir diminggu ke 37 aja. </div><div><br></div><div>Masuk minggu ke-36,<br></div><div>Saya masih belum rajin jalan atau main birthing ball sebelum akhirnya ketemu dokter dan dinyatakan, "boleh."</div><div><br></div><div>Setelah itu, baru saya tancaaaap gas.. Rajin jalan pagi sampe 1KM, main birhting ball pagi - siang - sore, makan buah-buahan tropis (kurma, nanas, kiwi) yang katanya membantu agar cepat kontraksi asli. </div><div><br></div><div>Kenapa kok kya keburu-buru banget? </div><div>Iya, karena kami, khususnya saya khwatir dengan berat badan janin yang seringkali dibatas atas. Lagi-lagi, karena ukuran tubuh saya yang segini. </div><div><br></div><div>Memang sih, setiap cek dalam, dokter bilang Insyaa Allah panggul saya cukup dilalui bayi berukuran segitu. Tapi kan tetep aja makin hari makin nambah beratnya. Pun sebelum melahirkan, berat badan janin dari perhitungan USG udah kisaran 3kg. </div><div><br></div><div>Cemas ? Iya.</div><div>Karena kehamilan pertama saya melahirkan pervaginaan, otomatis khawatir kalo yang kedua ini bisa-bisa malah operasi. Dokter yang saya katakan Masyaa Allah nasehatnya ini sih selalu ngingetin saya untuk sholat, berdoa, minta segala kemudahan ke Allah.. </div><div><br></div><div>Sebenarnya kenapa khawatir ? </div><div>Alasannya sederhana, bukan karena kami hanya ngurus berdua doank. Tapi karena saya mau cepat sembuh dan gendong Si Sulung, dia yang selalu sabar dan bilang, "Nanti kalo Adek udah lahir, Bunda gendong Azzam lagi ya.. Azzam kangen digendong Bunda." (Sedih ga sih dengar permintaan sederhananya ini ? *tisulagimana*) </div><div><br></div><div>Tapi, qadaruLlah.. </div><div>Allah Maha Tahu yang terbaik, udah nunggu sampe masuk 38 minggu, ternyata masih belum lahir, padahal awalnya diprediksi nyaris prematur. Sementara Si Sulung dulu, lahir tepat di hari pertama minggu ke 38. </div><div><br></div><div>Sampai akhirnya di akhir minggu ke 38, lebih tepatnya 38 minggu 6 hari, ketika saya udah benar-benar pasrah, " Yaudahlah, berapa aja beratnya, gimana lahirnya, pasrah aja..", ehhh gelombang cinta itu datang~ </div><div><br></div><div>Begitulah,</div><div>Setiap kehamilan memiliki cerita masing-masing, memiliki kenangan tersendiri. Berusaha dinikmati salah satu fitrah yang Allah percayakan pada saya ini.. </div><div><br></div><div>Salah satu jihad-nya perempuan. Insyaa Allah.. </div><div><br></div><div>Semangat para bumil di luar sana ~ β€π€</div><div><br></div>-Linda- http://www.blogger.com/profile/15634976882270978053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-403933899119217294.post-36484235043875237542021-07-26T21:01:00.000+07:002021-07-27T07:23:11.282+07:00Dear Anak Lelaki Pertamaku..<p>Bismillahirrahmanirrahim</p><p>Assalamualaykum, </p><p><br></p><p>Azzam-ku sayang,</p><p>Hamba Allah yang penuh kasih sayang, cerdas dan memiliki tekad yang kuat. </p><p>Seperti doa yang kami beri lewat namamu.. </p><p>Kini engkau Insyaa Allah telah tumbuh menjadi anak lelaki yang hatinya dipenuhi kasih sayang, otak yang cerdas dan kebulatan tekadmu yang kadang kala membuat kami "kewalahan". Masyaa Allah</p><p><br></p><p>Azzam-ku sayang,</p><p>3 tahun 6 bulan yang lalu, Azzam lahir ke bumi Allah dengan perjuangan yang telah Bunda tulis sebelumnya. Azzam lahir dengan berat 2,5kg. Bayi lelaki mungil yang akhirnya tumbuh dengan cepat, dengan berat badan yang saat itu melejit dengan cepat. Masyaa Allah.</p><p><br></p><p>Zam, </p><p>Sejak Azzam lahir, ada banyak hal baru yang Bunda pelajari. Sejak Azzam lahir, Bunda belajar menjadi seorang ibu, pendidik, pelindung dan segalanya yang bisa Bunda pelajari untuk Azzam. Bunda berusaha tidak peduli dengan komentar mereka yang pernah berkata bahwa Bunda tak becus mengurusimu saat Azzam baru lahir, sebab yang Bunda tahu, Bunda hanya berusaha melakukan yang terbaik untuk Azzam, bahkan seekor nyamukpun tak Bunda perbolehkan menggigitmu, Nak. </p><p>Bunda hanya berusaha membuktikan pada mereka bahwa Bunda bisa membesarkan dan mendidikmu dengan baik meski tanpa bantuan orang lain, hanya dengan bantuan Allah lewat tangan Ayah dan Bunda saja.</p><p><br></p><p>Azzam tahu tidak ?</p><p>Waktu Azzam lahir hingga berusia nyaris 6 bulan, Azzam seringkali tidur di dada Bunda, nyenyak. Kata orang, saat bayi baru lahir, justru Si Ibu masih bisa bebas beraktivitas karena anaknya masih banyak tidur. Tapi tak berlaku bagi Bunda, menemanimu tidur di dada Bunda adalah hal yang lebih utama, mendekap dan memelukmu yang sedang terlelap adalah suatu kebahagiaan tersendiri bagi Bunda. Masyaa Allah. </p><p>Menyaksikan kala pertama Azzam bisa berguling, duduk, merangkak, berdiri, berlari, berbicara, melompat dan sebagainya adalah sebuah anugerah tak terbayar. Menjadi orang pertama yang menyaksikan perkembanganmu tak membuat Bunda menyesal telah menanggalkan seluruh seragam kerja Bunda. Toh, Bunda tetap menjadi guru untuk Azzam. </p><p><br></p><p>Zam,</p><p>Terima kasih ya, sudah mengajarkan Bunda untuk masa bodoh dengan komentar orang yang kadangkala membandingkanmu dengan anak orang lain. Bagi Bunda, Azzam istimewa, Azzam luar biasa dengan segala perkembangan yang sudah Allah beri untuk Azzam. Bunda tak peduli dengan perkembangan anak orang lain, karena bagi Bunda, ada banyak hal dalam diri Azzam yang sudah Allah beri yang patutnya membuat Bunda bersyukur telah dititipi amanah berupa anak shalih seperti Azzam.</p><p>Terima kasih selalu mendekap Bunda selama meng-ASI-himu dalam 2 tahun 7 bulan.</p><p>Terima kasih sudah menjadi guru kehidupan Bunda ya, Nak..</p><p><br></p><p>Sekarang, </p><p>Azzam udah mau jadi Mas-Mas, udah mau jadi Abang-Abang. Insyaa Allah.</p><p>Maaf ya, selama Bunda hamil Adek, Azzam jadi sering main sendirian sementara Bunda baring terus. Tapi terima kasih ya, Nak, selama ini ngga pernah protes dengan itu semua, justru Azzam yang seringkali bilang kalo kata ibu dokter, Bunda nggak boleh cape.</p><p>Maaf kalau emosi Bunda kadang jadi tak terkontrol ke Azzam. Bunda tau Azzam sedih, Maaf ya, Nak.. Bunda sayang sama Azzam, namun sepenuhnya Bunda meminta Allah untuk menjaga dan memberkahi langkah Azzam dalam ridho-Nya. </p><p>Terima kasih telah menjadi anak lelaki yang selalu menjaga Bunda, </p><p>Yang selalu mengajak Adek bermain..</p><p>Yang selalu memegang perut dan mengajak Adek berdoa..</p><p>Yang sabar menanti "Tunggu Adek lahir aja.."</p><p>Yang selalu bertanya tentang banyak hal..</p><p>Yang selalu meminta pelukan dan memegang tangan Bunda ketika tidur..</p><p>Yang selalu melontarkan kalimat manis untuk Bunda, "Azzam cinta Bunda"</p><p><br></p><p>Tumbuh ya..</p><p>Tumbuhlah menjadi hamba Allah yang penuh kasih sayang, menjadi hamba yang hanya takut kepada Allah, hamba yang lisannya selalu menyeru kalimat tauhid. Aamiin Allahumma Aamiin..</p><p><br></p><p>Bunda mencintai Azzam karena Allah..</p><p>PR Ayah dan Bunda masih banyak untuk Azzam (dan Adek).. </p><p>Semoga Allah mengizinkan kami untuk melihat Azzam (dan Adek) tumbuh besar dalam cinta-Nya.. Aamiin Allahumma Aamiin..</p><p><br></p><p>---</p><p>Bumi Allah,</p><p>Sembari menyaksikan anak lelaki pertamaku terlelap di sisi..</p>-Linda- http://www.blogger.com/profile/15634976882270978053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-403933899119217294.post-11830949469026535582018-02-08T18:23:00.003+07:002018-02-09T19:36:26.480+07:00Melahirkan Seorang Hamba Allah Swt yang Pengasih, Cerdas dan Bertekad Kuat (Pengalaman Melahirkan Anak Pertama Part II)<div dir="ltr">
Dari segelintir kisah saya melahirkan di Part I, maka, saya akan sebut yang membantu proses melahirkan saya.. </div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Siapakah dokter yang saya maksud ? <br>
Beliau adalah dr. Adri Yanti (dr. Aad)</div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Memang di awal kehamilan, saya ngga kontrol langsung ke beliau, tapi bareng suami emang udah niat bakal ke sana dan mau melahirkan sama beliau. <br>
<br></div>
<div dir="ltr">
Kenapa ngga langsung ke beliau ? Karena waktu awal hamil saya mabok berat, ngga bisa pergi jauh, jadilah milih dokter terdekat dulu. </div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Begitu masuk trimester dua, Insyaa Allah keadaan saya juga udah mulai membaik, udah mulai jarang sakit. Kami berniat langsung kontrol ke beliau dan QadaruLlah, kya cerita saya dipostingan sebelumnya, saya dan suami jatuh dari motor. Maka kamipun langsung ke klinik BMC, langsung kontrol ke beliau, lebih cepat beberapa hari dari yang direncanakan. </div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Betapa salutnya suami dengan klinik ini ketika kejadian kami jatuh, begitu sampai di sana.. kami ngga disuruh urus administrasi atau tralala trilili dulu, tapi saya langsung di bawa ke ruang perawatan, langsung disuruh istirahat dan dibersihin lukanya. Saya langsung diberi antrian kontrol dokter di awal-awal. Begitu suami mau urus administrasi, mereka bilang ngga usah bayar, biar aja saya istirahat sambil nunggu dokter. Free. Bukan masalah free-nya sih, karena suami juga kan mau urus administrasi pembayarannya waktu itu. Tapi jarang-jarangan di Batam ada klinik atau RS atau sejenisnya yang mendahulukan keselamatan pasien daripada pembayaran.. nah kalo di sini justru yang penting pasien selamat dulu, urusan administrasi belakangan aja. Insyaa Allah. </div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Disinilah pertama kali saya ketemu dr. Aad, dokter yang "legend" di kalangan Ummahat Batam, dokter dengan kerudung panjangnya, dengan pembawaannya yang tenang. Waktu USG, beliau tunjukin kalo janin saya sedang sujud, beliau pun sempat speechless.. bolak-balik satu-satu di cek keadaan saya, memastikaan kalo kandungan saya baik-baik aja pasca jatuh dari motor. </div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Selanjutnya, kontrol ke dokter, walaupun jarak rumah dan klinik lumayan jauh, apalagi ditambah antrian pasien beliau yang seringnya membludak, jadi hal yang menyenangkan bagi saya.. :") </div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Beliau selalu yakinkan saya untuk bisa lahiran normal, secara tinggi saya hanya 145 cm dan berat badan selama hamil cuma mentok di 42 kg walaupun udah makan banyak, tapi beliau selalu menanamkan perasaan optimis ke saya. Nasehat yang keluar juga ga cuma dari sisi medis, tapi juga dari sisi agama Islam. Beliau juga selalu kontrol berat janin saya supaya tetap sehat tapi ngga over karena fisik saya yang segini. </div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Lagi, seperti cerita saya di postingan sebelumnya, di minggu ke 33, saya diminta bedrest karena janin yang sudah berubah jadi bayi ini udah duluan ke panggul sebelum waktunya, beliau khawatir bakal prematur. </div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Begitu masuk minggu ke 36, kami kembali kontrol dengan beliau. Periksa panggul, beliau yakin Insyaa Allah saya bisa lahiran normal, sejak awal emang beliau selalu bilang jangan lupa berdoa sama Allah Swt, minta yang terbaik sama Allah Swt. Di buku kontrol juga ditulis "Banyak berdoa pada Allah Swt" :) </div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Masuk ke minggu 37, ternyata si bayi ini juga belum mau keluar, waktu itu kami kontrol hari Rabu (24/01), di cek beratnya ternyata 2,6 kg.. memang the power of sounding sih, selama hamil saya emang suka ngomong, "Beratnya jangan lebih dari 3kg ya, Nak.. "</div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Daaaaan ternyataaaa.. dua hari setelah itu (26/01), si bayi ini mau keluar. Lagi, the power of sounding sejak dikandungan mungkin ya (tapi yang pasti itu QadaruLlah di Lauh Mahfudz). Saya juga suka ngomong, "Keluarnya pas minggu ke 38 ya, Nak, biar kita sama-sama kuat, sehat" .. daaan.. benar, dia mau keluar tepat di minggu ke 38 (lebih 1 hari sih).</div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Iya, selama proses melahirkan, dr. Aad, dengan pembawaannya yang tenang namun cepat dan sigap segera menangani setelah sebelumnya menyempatkan diri buat sholat ashar, beliau selalu memulai dengan BismiLlah, bahkan untuk ngegunting perineum saya. Sama sekali ngga ada kepanikan selama proses melahirkan. </div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Saya dibimbing untuk tetap semangat, tenang, berusaha untuk ngejan dibantu dengan dua bidan yang menemaninya. Ya begitulah, meskipun pada akhirnya tenaga saya habis di saat menunggu kontraksi bukaan dan berujung dengan alat vakum.. tapi bagi saya, beliau sudah sangat berusaha untuk pasiennya, selanjutnya semua ditangan keputusan pasien. </div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Setelah menangani saya, beliau segera menangani pasien selanjutnya yang juga hendak melahirkan. Saya diabaikan ? Ya nggaklah, nanti saya cerita lagi tentang dokter yang selanjutnya nanganin saya. </div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Oke, masih tentang dr. Aad, kemarin, seminggu setelah melahirkan, saya kembali kontrol jahitan. Beliau mengucapkan tahniah karena saya udah 'berhasil' melahirkan secara normal walaupun pake vakum. Beliau juga ngasih panggilan saya : "Linda Kecil" yang melahirkan "Bayi Imut", masyaa Allahβ€</div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Agak ngeri-ngeri sih pas disuruh naik lagi ke tempat tidur melahirkan yang mesti ngangkangin kaki itu, secara ada jahitan meeeen.. π₯ begitu di periksa, periksa jahitan dalam dan luar, ALhamduLillah beliau bilang jahitan saya udah sembuh.. katanya kalo mau jongkok-jongkok juga udah gapapa οο selain itu juga sempat USG lagi, memastikan kalau rahim saya sudah mengecil kembali. Masyaa Allah. </div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Setelah itu beliau tanya tentang si bayi yang rencananya juga mau kontrol ke dokter anak, beliau jelasin tentang jarak kehamilan.. hak anak untuk mendapat ASI selama 2 tahun yang juga udah dijelasin dalam Al-Qur'an. </div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Terakhir, saya tanya ke beliau, "Dokter, kapan kontrol lagi ?", <br>
Beliau jawab, "kalau udah ngga ada keluhan lagi, ngga usah kontrol lagi.. kan bayinya udah dilahirkan.."</div>
<div dir="ltr">
<br></div><div dir="ltr">Terus kami keluar ruangan beliau, sebelumnya seperti biasa, saya selalu salam cium tangan dr. Aad. Saya sedih, beneran sedih mau nangis (lebay ya ? tapi beneran lho). Saya ngerasa kya kehilangan ibu.. karena sejak awal saya jatuh dari motor sampai akhirnya saya melahirkan beliau selalu ngasih saya semangat, support, perasaan optimis, nasehat yang langsung ke hati. Masyaa Allah.</div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Begitu pulang, saya bilang ke suami, "kalo mau ketemu dr. Aad, masa mesti hamil dulu lagi.. baru aja melahirkan.. yaudah nanti pasang KB nya sama beliau aja ya biar ketemu lagi"</div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
Yaps, begitulah, suami juga ternyata ngerasa 'kehilangan'.. </div>
<div dir="ltr">
<br></div>
<div dir="ltr">
JazaakiLlahu khayran katsiran dr. Aad, dokter yang bikin saya ngga trauma melahirkan sejak awal melahirkan (Insyaa Allah, maksudnya biasanya orang abis melahirkan kan agak trauma gitu mau melahirkan lagi walaupun nanti-nantinya punya anak lagi), dokter yang ga cuma sekedar dokter bagi saya, dokter yang bikin pasiennya, saya, sayang sama beliau.. bahkan kadangan saya masih mimpi lagi nunggu antrian di klinik BMC.. </div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">Semoga Allah Swt selalu memberkahi beliau, semoga setiap kebaikan yang dilakukan oleh anak sayapun turut membuahkan pahala untuk beliau yang sudah membantu saya melahirkan calon mujahid ini, Insyaa Allah.. Aamiin</div><div dir="ltr">--------</div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">Mengenai dokter kedua yang menangani saya.. </div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">Beliau adalah dr. Rinta, biasanya beliau yang gantiin dr. Aad kalau dr. Aad ada urusan. </div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">Pertama kali ketemu dr. Rinta, waktu saya masih hamil 21 minggu, kebetulan jadwal kontrol. Berhubung dr. Aad lagi ada urusan, jadi ditawarkan dua opsi, mau ke dr. Rinta atau ke dr. Maryana, suami milih dr.Rinta yang memang praktiknya di ruang dr. Aad, gantiin beliau.</div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">Beliau keliatan kya dokter muda biasanya, komunikatif, pas saya USG.. Beliau jelasin sejelas-jelasnya dari hasil USG, ini lingkar kepalanya, ini plasentanya, ini tulang pahanya.. dan begitu saya tanya jenis kelamin, kebetulan si bayi ini lagi ngangkang (ngga sopan ππ), beliau arahin alat USG nya itu ke bawah, beliau bilang, "Insyaa Allah laki-laki, ni kebetulan kakinya lagi ngebuka nih..keliatan kan.." *keliatan (monasnya) ππ</div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">Walaupun beliau gantiin dr. Aad, tapi saya puas dengan penjelasan dari dr. Rinta, sangat puas :)</div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">Pas saya melahirkan, dr. Rinta-lah yang dimintabantuin dr. Aad untuk masalah jahit-menjahit karena beliau lanjut ke pasien yang mau operasi caesar. </div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">dr. Rinta yang ngeluarin plasenta saya, dan ngejahit perineum saya, kebetulan waktu itu saya udah "agak" relaks, jadi selama proses penjahitan, saya sempat nanya ke dr. Rinta, berapa jahitan. Beliau cuma bilang, "Jahit luar dalam."</div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">Terus, selama proses jahit-menjahit itu, saya tanya, apa yang gak boleh dimakan selama ngASI, beliau bilang makan aja semuanya terserah.. proses dari ngASI kan ibunya bahagia, kalau ibunya bahagia ASI juga Insyaa Allah lancar, coba kalo ini itu dilarang, yang ada ibunya stres.</div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">Setelah dijahit, dr. Rinta pergi dan saya belum sempat bilang makasi ke beliau π₯ Tak berapa lama, saya dibawa ke ruang perawatan.</div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">Saat saya kontrol jahitan, dr. Aad ngecek dan bilang, jahitan dr. Rinta rapi. </div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">Begitulah, saya ngga tau ketemu dr. Rinta lagi apa ngga nanti, tapi yang pasti, JazaakiLlahu khayran katsiran untuk dr. Rinta, semoga Allah Swt selalu memberkahi beliau. Insyaa Allah.. β€</div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">------</div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">Yaps, begitulah, mengenai dua dokter yang sudah membantu proses melahirkan saya, ngga ada unsur apa-apa dari tulisan jni, saya hanya berterima kasih, tetap Allah Swt-lah yang membalas semua usaha yang mereka lakukan untuk pasiennya.</div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">Terima kasih juga untuk dua bidan tangguh yang udah bantu proses melahirkan, yang tangannya juga hampir saya cakar pas kontraksi datang waktu saya minta temanin pas suami lagi sholat. </div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">Yaps.</div><div dir="ltr">JazaakumuLlahu khayran katsiran untuk semua staff, bidan, karyawan dan semua-semua yang ada di klinik BMC (Batam Medical Center), saya bakal kangen suasana di sana. Insyaa Allah.. </div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">With Love,</div><div dir="ltr">"Linda kecil" β€</div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">---</div><div dir="ltr"><br></div><div dir="ltr">Tambahan :</div><div dir="ltr">Ada yang nanya kok cepat kering jahitannya ? Yang pertama pasti qadaruLlah (karena saya dan suami ngurusnya cuma berdua, tanpa bantuan orang tua atau siapa), yang kedua.. selama hamil, rajin-rajinlah makan kurma.. ketiga, pasca melahirkan saya selalu ngebasuh pake air yang udah dicampur dettol cair antiseptik setiap habis BAB/BAK, setelah saya liat ternyata di botolnya emang ada tulisan untuk penyembuhan pasca persalinan dan yang keempat, tutup jahitan pakai betadine (beneran merk betadine) yang udah ditaruh di kain kasa, jangan tuang ke pembalut, pembalutkan sifatnya menyerap, ntar betadine nya keserap ke pembalut. Gapapa sering ganti pembalut, tapi Insyaa Allah cepat kering kok jahitannya :)</div>
-Linda- http://www.blogger.com/profile/15634976882270978053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-403933899119217294.post-79234054809418860122018-02-05T21:48:00.000+07:002021-09-14T07:12:17.659+07:00Melahirkan Mujahid Pertama : Seorang Hamba Allah Swt yang Pengasih, Cerdas dan Bertekad Kuat (Pengalaman Melahirkan Anak Pertama Part I)<p dir="ltr">Bismillahirrahmanirrahim<br>
Asslamualaykum,</p>
<p dir="ltr">AlhamduLillah... Masyaa Allah, TabarakAllahu<br>
Akhirnya janin yang telah tumbuh menjadi bayi itu sudah lahir pada Jumat, 26 Januari 2018, Ba'da Ashar pukul 16.43 WIB. Iya, bayi laki-laki itu bernama Abdurrahman R.A Azzam, Insyaa Allah, ia akan tumbuh menjadi seorang hamba Allah Swt yang penuh kasih, cerdas dan bertekad kuat dalam kebaikan, nama yang menjadi doa dari orang tuanya. Insyaa Allah.</p>
<p dir="ltr">Cerita melahirkan dimulai dari akhir dari hari Kamis, 25 Januari 2018. Saya berniat mijitin punggung suami, begitu mau mijitin, tiba-tiba selangkangan saya nyeri, tapi saya ga kepikiran apa-apa, paling nyeri-nyeri biasa.. masih nyengir-nyengir walaupun akhirnya ngga jadi mijitin punggung suami. </p>
<p dir="ltr">Sekitar pukul 23.30-an, saya ngerasa perut saya mules, ngga kepikiran kalo itu kontraksi.. karena selama hamil saya emang ga ngerti yang namanya kontraksi itu kya gimana.. pkonya taunya perut saya jadi berasa kencang, tegang, tapi yang ini mulesnya agak beda, dari pinggang ke bawah berasa ada yang ngedesak keluar, berasa kya BAB maksa, kemudian rasa mules itu hilang, muncul lagi di hari Jumat sekitar pukul 01.30-an, masih saya abaikan, saya pikir itu juga kontraksi biasa. dan kembali saya rasa sekitar pukul 03.30-an. Kebiasaan saya saat hamil, sebelum adzan subuh berkumandang, Insyaa Allah, bayi yang ada diperut saya selalu bangun duluan, grasak grusuk dalam perut...</p>
<p dir="ltr">Ba'da subuh, rasa mules mulai menjadi, datangnya setiap sepuluh menit sekali, kyanya tanda-tanda mau melahirkan sih, sharing juga sama teman yang udah duluan ngerasain melahirkan.. mereka bilang jangan nunggu ada flek atau ketuban pecah, pastikan kontraksi yang datang.. kalo beraturan, ya berarti itu beneran kontraksi asli tanda mau melahirkan.</p>
<p dir="ltr">Sekitar jam 07.30-an, setelah saya memastikan kalo kontraksinya sudah datang beraturan sekitar 10 menit sekali. Saya nelpon ke klinik tempat saya biasa kontrol kehamilan dengan dokter yang Masyaa Allah, klinik BMC (Batam Medical Center), katanya harap cek bukaan dulu ke bidan karena rumah saya di wilayah Batam Center, kalo datang tapi ternyata kontraksi palsu kan kasian di sayanya yang lagi hamil..</p>
<p dir="ltr">Sekitar jam 09.30-an, saya dan suami pergi ke bidan yang ternyata lokasinya tepat di belakang gang rumah. Waktu di cek (ternyata bidan magang yang waktu itu jaga !! bukan bidan aslinya), langsung keluar darah banyak di sarung tangannya ! Serius, saya trauma, bidan magangnya ngecek bukaan  ngga basa basi, main colok ngga bilang-bilang, dibilang kasar yaaa.. menurut saya kasar ! ngalah-ngalahin dokter coba, selama ini saya ga pernah kesakitan atau teriak selama cek dalam, tapi kali ini saya refleks teriak.</p>
<p dir="ltr">Setelah di cek bidan (magang) itu, ternyata saya udah bukaan satu longgar.. akhirnya kami pulang dari bidan dengan perasaan trauma, lebih tepatnya saya yang trauma gara-gara periksa dalamnya main colok gitu aja. Nyampe rumah, kami siap-siap untuk ke klinik BMC, beberes se-yang bisa diberesin saat itu, ganti sprei, nyuci piring, semampu yang​ bisa dikerjain soalnya emang kontraksinya itu datang setiap 10 menit sekali sih..</p>
<p dir="ltr">Begitu sampai di BMC, saya diperiksa bidan BMC..<br>
Apa yang pertama kali saya bilang ke bidannya ?<br>
"Mbak, pelan-pelan ya.. tadi periksa dalam di bidan dekat rumah, langsung keluar darah banyak". Yaps, bidan yang di BMC itu periksa dalam (lagi) dengan lembut, beda jauh sama bidan (magang) di bidan gang belakang rumah. </p>
<p dir="ltr">Setelah periksa, ternyata saya udah bukaan tiga. Di lantai dua, saya jalan-jalan, mumpung masih sanggup muter-muter. Masuk ke bukaan empat, tiba-tiba ada air ngucur ke bawah, saya nyengir.. saya kira itu ngompol, kakak saya bilang, "Ih jangan-jangan itu ketuban", maka jadilah saya pergi ke bidan yang jaga, saya bilang ketubannya pecah.. katanya gapapa dengan muka tenang. Sip, berarti saya yang kehebohan. </p>
<p dir="ltr">Setelah ketuban pecah, kontraksinya makin berasa, saya yang awalnya masih bisa nyengir, jalan-jalan akhirnya terdiam dan memilih baring sambil usel-usel kasur, remas-remas bantal, waktu itu suami lagi sholat Jumat. </p>
<p dir="ltr">Begitu suami pulang sholat Jumat, kontraksi makin menjadi, saya ulangi, rasanya bagian pinggang ke bawah itu ada yang ngedesak keluar secara paksa. Sampe beberapa kali diingatin jangan ngejan, tapi apalah daya.. mau saya tahan sepenuh jiwa raga dan tenaga, refleks ngejan sendiri dan saya ga kuat buat nahannya.. saya cuma bisa megang tangan suami, nyakar (untung kuku saya ga panjang) atau meluk suami sambil ngeremes kerah bajunya.. nangis pun udah gak keluar lagi airmata, sambil ngomong, "Gak kuat nahannya.. dia ngedorong sendiri, gak bisa ditahan"</p>
<p dir="ltr">Akhirnya, saya di cek lagi, udah bukaan lima, sekitar jam 14.00-an, setelah itu saya langsung di bawa ke ruang bersalin. Jam 15.00-an, di cek lagi ternyata udah bukaan delapan. Bidan pun langsung nelpon dokter.</p>
<p dir="ltr">Selama kontraksi rasanya saya bener-bener gak mau di tinggal, malah saya sempat bilang suami sholat di ruang bersalin aja.. jangan ninggalin saya, tapi kan ga boleh ya, laki-laki kan wajib sholat di masjid.. jadi akhirnya pas ashar suami tetep pergi sholat, saya bilang ke bidan jangan tinggalin saya, saya ga mau sendirian. Asli, beneran pasrah udah, udah mikir ini hari Jumat, kalo saya kenapa-napa, pokoknya ini hari Jumat, ba'da Ashar pula. </p>
<p dir="ltr">Setelah sholat ashar, dokter datang, sempatin sholat juga. Waktu itu udah bukaan lengkap, sigap, bidan di BMC langsung nyiapin semua perlengkapan melahirkan, bidannya ada dua orang. Suami pun udah siap sholat ashar dan balik nemenin saya. </p>
<p dir="ltr">Dokter yang masyaa Allah tenang pembawaannya itu langsung ngebimbing saya untuk ngejan, dibantu dengan dua bidan yang mendampinginya. Tenaga saya habis, selama kontraksi bukaan saya ga bisa nelan apa-apa, cuma kurma beberapa butir, minum pun dipaksa. Tapi, Insyaa Allah, the power of mindset ya.. saya langsung ubah mindset saya : "Ayo, Lin, kamu mau ketemu anakmu, semangat !! Kamu harus bisa !!"</p>
<p dir="ltr">Maka jadilah dengan sisa-sisa tenaga yang ada, saya berusaha ngejan sekuat-kuatnya, sambil gigit bedong punya anak yang udah disiapin sebelumnya. Beberapa kali ngejan, masih ga keluar-keluar.. tapi kepalanya udah keliatan, bidannya sempat liatin ke suami, "Ini kepalanya lho, Pak, tuh liat.."</p>
<p dir="ltr">Kembali ngejan berkali-kali, akhirnya.... Tenaga saya habis, dokter langsung minta dua bidannya itu untuk dorong perut saya, saya ingat, dengan pembawaannya yang tenang, beliau bilang ke dua bidannya, "Tolong bantuin dorong ya".. iya, dengan cepat dua bidannya langsung ubah posisi, yang satu nya diatas saya buat dorong perut saya dari atas. </p>
<p dir="ltr">Masih dengan sisa tenaga, saya berusaha ngejan, akhirnya karena saya ga kuat, disiapkan alat vakum. Perineum digunting (beneran udah mati rasa, ga terasa lagi kalo di gunting, etapi kyanya di kasi bius dulu sih.. *ga tau pasti), beberapa saat kemudian dokter nyuruh bidan pasangin selang oksigen ke saya (karena katanya jantung saya mulai melemah), begitu selang oksigen di pasang, saya ngejan.. dibantu vakum.... maka keluarlah Mujahid Allah Swt ini, Insyaa Allah. </p>
<p dir="ltr">Suami nangis, saya liat sekilas terus fokus liat bayi yang baru keluar dari rahim saya itu.. karena dokter langsung nyedot darah yang sempat ketelan bayi saya pas ngejan yang gak keluar-keluar dari hidung dan mulutnya, dia keluar ngga langsung nangis 😥 Udah gak mikir keadaan saya sendiri gimana. Mau nangis juga udah gak nangis lagi kyaknya. Pokoknya anak ga kenapa-napa.</p>
<p dir="ltr">Setelah selesai di sedot darahnya, baru si bayi nangis, bidan langsung gendong anak saya dan nyiumin ke saya.. masyaa Allah.. (oke, saya nulis ini kok pengin nangis ya, padahal pas melahirkan kemarin ga nangis (karena udah ga bisa lagi)) dan ngebawa anak saya untuk dibersihin, suami juga diajak buat urus keperluan ini itu. </p>
<p dir="ltr">Selanjutnya, dengan keadaan udah mati rasa karena dibius, plasenta dikeluarin, sobekan perineum saya di jahit (kata suami sih satu kali guntingan aja kemarin, karena beliau ngeliat). Dokter yang sebelumnya nanganin saya alihin jahit menjahit perineum ke dokter satunya karena beliau nanganin orang yang juga mau melahirkan secara caesar, dokter yang nanganin saya selanjutnya ini sering gantiin beliau kalau beliau berhalangan hadir atau ada urusan. Udah ga tau berapa kali dibius, tapi pas dijahit ga berasa, berasa ngilu dikit sih pas benangnya ditarik. Pas saya tanya berapa jahitan, katanya luar dalam, ngga dikasi tau berapa jahitan. </p>
<p dir="ltr">Begitu selesai dijahit, suami balik lagi, sambil nunjukin foto anak saya yang udah dibungkus pake kain bedong.. masyaa Allah.. anak jaman sekarang, udah melongo aja begitu lahir, matanya celingukan kemana-mana. Katanya, mirip saya. Setelah itu, dipapah, itu juga badan saya udah gemetaran semuanya,nsaya didudukin di kursi roda, balik lagi ke kamar rawat, diliatin orang-orang (mungkin keluarga yang mau melahirkan caesar itu sih, rame soalnya) sempat ngeliat sih di lantai ruang bersalin ada darah gitu, mungkin darah saya pas melahirkan tadi. </p>
<p dir="ltr">Setelah ke kamar rawat, saya ngerasa pant*t saya kebas. Rasanya ga pengin gerak yang bikin pant*t bergeser. Saya diizinin istirahat.. ga langsung IMD soalnya bayinya biar hangat dulu di inkubator. </p>
<p dir="ltr">Malamnya, sekitar sebelum isya, bayi mungil itu datang digendong Ayahnya, iya, suami saya resmi jadi Ayah dan saya resmi jadi seorang Ibu, Insyaa Allah, AlhamduLillah.. ❤</p>
<p dir="ltr">Untuk pertama kali, saya nyusuin dia, dan sepanjang malam.. kami bertiga, saya diapit dua laki-laki yang Allah Swt titipkan ke saya : suami, dan bayi yang kelak menjadi mujahid ini, insyaa Allah. Dia tidur di samping saya karena kan emang ASI, jadi ditempatin di samping ibunya buat nyusu, masyaa Allah dari jam 11 sampe jam 3 dia bobok anteng ganteng, tapi pas jam 3 pagi dia sempat gumoh 😣 berhubung baru beberapa jam jadi ibu, saya panik, langsung bangunin suami, suami langsung bawa ke ruang bidan yang jaga.. saya juga langsung berdiri walaupun gemetaran, udah ga mikir keadaan sendiri.. saya ke sana juga, ALhamduLillah si bayi ga kenapa-napa, dia masuk angin, jadi gumoh 😥</p>
<p dir="ltr">Siangnya besoknya, Sabtu (27/01) kami pulang ke rumah, dengan wajah sumringah, bahagia, masyaa Allah.. diiringi senyum lebar dan tahniah juga dari bidan, perawat, staff di BMC :") </p>
<p dir="ltr">Masyaa Allah.. TabarakALlahu.. </p>
<p dir="ltr">---------------------</p>
-Linda- http://www.blogger.com/profile/15634976882270978053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-403933899119217294.post-61675211080557298702017-12-25T14:35:00.001+07:002018-01-22T19:46:28.038+07:00Bedrest di Minggu ke 33<p dir="ltr">Assalamualaykum,<br>
BismiLlahirrahmanirrahim.. </p>
<p dir="ltr">Jadi ceritanya, ALhamduLillah kehamilan saya udah sampe di 33 minggu :"") Memang setiap fisik ibu hamil beda-beda ya.. ada yang mudanya sakit-sakitan, begitu hamil jadi kuat banget; ada juga yang mudanya tahan banting, begitu hamil langsung gampang ngedrop .. </p>
<p dir="ltr">QadaruLlah saya berada di opsi kedua yang hampir tiap bulan selalu demam dan sebagainya, bahkan di trimester satu, berat badan (ringan badan malah mungkin namanya) hanya tinggal 33 kg SAJA. </p>
<p dir="ltr">Begitu masuk di trimester tiga, AlhamduLillah demam saya udah berkurang, ngerasa sakit-sakitannya berkurang. Senang ? ALhamduLillah.. Berat badan juga udah nambah sesuai dengan penambahan berat badan ibu hamil yang seharusnya.</p>
<p dir="ltr">Ohiya, sebelumnya, di bulan ketiga, rumah kontrakan kami sempat kebanjiran sampe ke kamar-kamar tidur. Wahahaha.. kebayang donk gimana ibu hamil muda ini repot ngurus semua yang kena air :" berhubung kejadiannya diakhir masa kontrakan, maka jadilah kami sekalian pindah kontrakan, sekalian nyari yang layak.. maksudnya yang gak bikin kami harus rajin-rajin pindahan karena mikir 3 bulan selanjutnya udah hamil 6 bulan masa mau capek-capek pindahan lagi. </p>
<p dir="ltr">Di bulan kelima, saya jatoh dari motor. Gamis pink kesayangan saya, hha, masuk ke dalam roda motor, yaps, langsung jatoh donk, jatoh ke kiri, ALhamduLillah begitu jatuh saya langsung megang perut saya. Alhasil muka saya yang bonyok :" . Waktu itu bener-bener pasrah banget : "Ya Allah, ini amanah dari-Mu, Engkau yang Maha Melindungi, Engkau Yang Maha Memberi.. aku pasrah" karena khawatir janinnya kenapa-napa pas jatuh. Nahh abis jatuh, langsung deh dibawa ke klinik bersalin yang notabene recommended banget di sini karena dokternya yang masyaa Allah banget.. </p>
<p dir="ltr">Begitu sampe klinik, saya langsung disuruh istirahat di ruang perawatan sama Mbak perawatnya, ngga pake basa basi, ngurus ini itunya belakangan. Pak Suami panik, saya mah sok kuat, malah cengengesan padahal sudut bibir udah berdarah-darah dan bengkak, malah suster yang ngebersihin lukanya yang takut, saya kalem aja.. dan masyaa Allah, begitu Pak Suami mau ngurus administrasi, malah dibilang ngga perlu.. biarin aja saya istirahat sambil nunggu dokter.. jadi ga usah bayar untuk istirahat dan pengobatan pertama pasca jatuh tadi (kecuali pas kontrol ke dokter nanti *yaiyalah). Masyaa Allah, semoga barokah. Pas jatuh, saya juga dijadiin pasien prioritas.. diutamakan (karena mungkin habis jatuh kali ya), dengan baju hasil pinjaman (dari keponakan, karena baju dan jilbab saya udah sobek kena aspal) yang warna-warni plus masker buat nutupin muka yang luka dan bengkak akhirnya saya masuk ke ruang dokter walaupun ada beberapa orang yang ngeliat dengan tatapan aneh (mungkin karena jilbab saya warna peach, baju abu-abu, rok biru, sendal jepit dan masker pink).</p>
<p dir="ltr">Begitu pemeriksaan, saya mau nangis, kenapa ? Masyaa Allah, ternyata janinnya lagi sujud, ALhamduLillah dia ngga kenapa-napa, malah perkembangannya bagus.. ngga ada masalah sama sekali walaupun jatuh, detak jantung normal, ketuban juga ngga ad sobek, posisi plasenta juga baik. Dokter yang juga aktif dipengajian ini juga sempat speechless, Pak Suami juga udah berkaca-kaca matanya. Semoga sampai nanti kamu ngga pernah lelah untuk bersujud ke Pencipta-mu ya, Anakku.. </p>
<p dir="ltr">Sampailah saatnya masuk di trimester tiga, kya yang saya bilang.. kadar sakit-sakitan saya Insyaa Allah berkurang dan saya senang.. jadilah saya ngerasa bebas ngelakuin kegiatan, ngejadwalin jalan-jalan tiap weekend (padahal niatnya jajan, bukan jalan) 😝</p>
<p dir="ltr">Tapi mungkin disitu saya kalapnya, ngerjain semua yang saya rasa bisa saya kerjain karena selama ini ga bisa saya kerjain. Beresin ini itu, rapiin ini itu, angkat ini itu, cuci ini itu.. tralala trilili.. </p>
<p dir="ltr">Jadi, seperti biasa, kemarin kami berangkat untuk kontrol bulanan (21/12), tiap kontrol sih excited karena bisa liat si janin lewat USG, paling yang bikin cemas pas tau berat janinnya aja.. karena tinggi saya hanya 145cm dan dokter juga bilang saya harus kontrol berat badan biar bayinya ngga besar dan bisa melahirkan normal, Insyaa Allah. Nahh jadi begitu masuk ke ruang dokter, semua diperiksa, ALhamduLillah bagus.. beratnya udah 2,1kg ; ketubannya bagus ; plasenta bagus. Insyaa Allah. </p>
<p dir="ltr">Tapiiiii, terakhir dokternya bilang, "Ini posisi bayinya udah dibawah lho, kecepatan dari seharusnya.. " *jreng, langsung cemas, apalagi sebelumnya temen juga ad yang cerita istrinya mesti melahirkan 36w karena ternyata ketubannya merembes tanpa disadari karena sering pipis (saya juga sering pipis, bisa 10 menit skali ke wc kalo banyak minum). Saat itu saya langsung dicek panggul sama dokternya, tau sendiri lah ya cek panggul itu diapain 😅</p>
<p dir="ltr">Setelah periksa, maka jadilah dokter bilang saya harus istirahat total sampe 3 minggu ke depan. Ngga boleh capek-capek. Totally bedrest. Karena dokter khawatir melahirkan dini (prematur), beliau bilang paling minimal banget itu bayi kuat untuk lahir dan menghadapi dunia di minggu ke 36, itu seminimal-minimalnya. Sedangkan untuk menuju 36 minggu, masih dibutuhkan waktu 3 minggu lagi.. jadilah saya dikasi obat untuk relaksasi rahim (karena selama ini memang ngerasa perut sering ngeras gitu, ternyata itu namanya kontraksi).</p>
<p dir="ltr">Yaps, bedrest dengan syarat janin harus tetap aktif.. begitu kata dokter. Dan sekarang, baru 4 hari berlalu.. tadi pagi sempat bangun dan celana basah, ngga tau karena saya pake celana warna gelap.. jadi saya udah cemas, ngga lama kemudian perut mules, sampe kya keram gitu.. itu bikin makin cemas, syukurlah ternyata cuma masuk angin, abis BAB udah normal lagi. Cuma saya masih khawatir dengan celana basah tadi pagi, maka saya memutuskan untuk tidak lagi menggunakan celana berwarna gelap selama akhir trimester ini, soalnya saya masih ga tau bedain antara keputihan sama ketuban. </p>
<p dir="ltr">Tadi juga pas Pak Suami pulang saya ceritain masalah celana basah sama sakit perut yang bikin cemas, ga sadar malah ngucur airmata. Betapa rapuhnya~~ </p>
<p dir="ltr">Hari ini, totally bedrest, sebelumnya bedrest juga, cuma tangan saya sering gatal, kadang masih nyapu, jemur celana, beresin apa dikit-dikit. Tapi hari ini saya niat banget ngga ngapa-ngapain, biarin teronggok di kasur. Udah ga mikir urusan rumah berantakan atau gimana, karena AlhamduLillah, Insyaa Allah Pak Suami yang jadinya nyapu, nyuci piring dan beberes. </p>
<p dir="ltr">Semoga Allah Swt izinkan lahir diwaktu terbaik ya, Nak, jadi anak penurut sejak dalam rahim, Insyaa Allah kita ketemu di waktu yang tepat itu, mohon kerjasamanya ya, Sayang.. </p>
<p dir="ltr">Bunda + Ayah sayang kamu <br>
*(Bunda Ayah, bisa mengalami perubahan panggilan 😂😂)</p>
<p dir="ltr">Mohon doanya,<br>
Wassalam :" </p>
-Linda- http://www.blogger.com/profile/15634976882270978053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-403933899119217294.post-3068822933102768522017-03-20T15:15:00.006+07:002022-01-22T21:46:33.998+07:00MenggenapBismillahirrahmanirrahim,<br />
Assalamualaykum...<br />
<br /><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhhZe785Z3hbkVbOCKzjYYZLO0-OLiHpHIS-v8MyK0SNLzUgUhuypv5NMX8knf0nnl8WbvyLtaFvI0IrLQJWWCH1yHFJrwcEBuHD2lnekSRpWzTo0HYgAb2H9KBnwafwWNprkdzQHmei6CcaqXNjDMwrNvKXC1fEuEk_v-7V947mR7lXeELJ4CIwiYo=s960" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="534" data-original-width="960" height="178" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEhhZe785Z3hbkVbOCKzjYYZLO0-OLiHpHIS-v8MyK0SNLzUgUhuypv5NMX8knf0nnl8WbvyLtaFvI0IrLQJWWCH1yHFJrwcEBuHD2lnekSRpWzTo0HYgAb2H9KBnwafwWNprkdzQHmei6CcaqXNjDMwrNvKXC1fEuEk_v-7V947mR7lXeELJ4CIwiYo=w320-h178" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"></td></tr></tbody></table><br /></div><div style="text-align: center;"><br /></div><div>Pagi itu, 05 Maret 2017.<br />Seorang lelaki, yang baru 5 bulan saya kenal, dengan mantapnya berucap akad. Laki-laki itu, dengan tekadnya, menggetarkan 'Arsy Allah Swt, dengan disaksikan para malaikat, menjadikan saya sebagai makmumnya, teman hidupnya.<br /><br />Iya, lelaki itu...<br />Lelaki yang selalu saya rapalkan doa untuknya, selalu saya titipkan rindu pada Rabb-saya.. yang selalu saya nantikan : ia sudah tiba, di waktu yang tepat, tidak terlambat dan tidak cepat. Lelaki yang selama ini tidak pernah saya kenal, tidak pernah saya ketahui namun ternyata menjadi tujuan dari doa-doa saya... Insyaa Allah.<br /><br />Tidak tahu bagaimana mendefinisikan rasanya; ketika untuk pertama kali saya harus menatap matanya, ketika pertama saya menggenggam tangannya, ketika saya harus berada di dekatnya; menceritakan banyak hal tentang hidup, tentang hal yang selama ini selalu menjadi rahasia, tentang kisah yang terpendam.<br /><br />Lelaki itu... yang mampu menghapus semua tangis, mampu menyembuhkan luka, mengganti hati yang selama ini remuk dengan caranya. iya, lelaki yang selalu saya tatap ketika ia terlelap... lelaki yang sudah berjuang untuk menghalalkan saya, menjadikan saya sebagai tanggungannya. Bertaruh untuk surga atau nerakanya..<br /><br /><br /><br />Ya, tidak tahu bagaimana mendefinisikannya.. tapi Allah Swt sudah menumbuhkan cinta itu dengan sempurna, Insyaa Allah; tidak tahu alasan apa bagi saya untuk sayang padanya saat ini, untuk memeluknya setiap hari.. yang saya tahu, semua itu karena Allah Swt. :)</div>-Linda- http://www.blogger.com/profile/15634976882270978053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-403933899119217294.post-72126062133922767722017-03-18T08:32:00.000+07:002017-03-20T08:35:43.221+07:00Ma, Lelaki itu Sudah Hadir...<div style="background-color: white; color: #1d2129; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
<span style="font-family: inherit;">Bismillahirrahmanirrahim..</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<span style="font-family: inherit;">Ma,</span><br />
<span style="font-family: inherit;">Lelaki itu sudah tiba,</span><br />
<span style="font-family: inherit;">Tak terlambat, tak juga cepat : ia hadir di waktu yang tepat, Ma; setelah 24 tahun aku menantinya.</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline;">
<span style="font-family: inherit;"><div style="margin-bottom: 6px;">
Ma,<br />
Lelaki itu kini hadir,<br />
Lelaki yang pernah kau mintakan pada-Nya untuk menjadi pembimbing anakmu kala adzan berkumandang, kala kau terbaring menahan sakitmu yang menahun; lelaki yang selama ini ku doakan langkahnya 'tuk menujuku.. meski saat itu pun kita tak tahu "siapa", masih menjadi rahasia-Nya saat itu. Namun yang aku tahu, aku selalu meminta penjagaan terbaik dari-Nya ketika kami belum dipertemukan.<br />
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Ma,<br />
Lelaki itu kini telah berada di sisi,<br />
Ketika dengan gagahnya ia menghadap Ayah untuk meminta anak bungsumu 'tuk menjadi seorang istri dan ibu bagi anak-anak dari seorang 'asing' yang selama ini menjalani hidup masing-masing; lelaki yang dengan mantapnya berucap akad atas aku sebagai gadis yang dipilihnya, yang telah menggetarkan 'arsy-Nya saat Mitsaqon Ghaliza terucap dari lisannya. atas izin Allah Swt, pastinya.<br />
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Iya, Ma,<br />
Ia hanya lelaki sederhana yang kuterima sebagai imamku dengan menyebut asma-Nya, lelaki yang menjadi jawaban atas segala doa dan tangis yang selama ini tercipta dalam istikhoroh panjangku.<br />
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Iya Ma,<br />
Aku jatuh cinta padanya.. cinta itu telah Allah Swt tumbuhkan.. lewat baris kata sederhana yang ia tuliskan kala itu. lewat tuturnya dan tatap matanya kala pertama aku bertemu dengannya.<br />
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Maka, Ma, restumu selalu kurindui.<br />
Izinkan kelak aku 'kan memperkenalkannya langsung padamu di surga-Nya. Insyaa Allah.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Bumi Allah Swt,<br />
Rindu, Ma.</div>
</span></div>
-Linda- http://www.blogger.com/profile/15634976882270978053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-403933899119217294.post-75148187496447803322014-09-28T16:13:00.004+07:002023-01-24T21:00:50.994+07:00Happy Graduation for Me \(^^)/<div style="text-align: justify;">
Bismillahirrahmanirrahim</div>
<div style="text-align: justify;">
Assalamualaykum,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Finally...</div>
<div style="text-align: justify;">
HAPPY GRADUATION FOR ME! </div>
<div style="text-align: justify;">
*tebar-tebar bunga sepanjang jalan*</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div style="text-align: justify;">
<a name='more'></a>27 September 2014,</div>
<div style="text-align: justify;">
satu cerita resmi ditutup.. cerita yang dimulai 4 tahun lalu...</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
27 September 2014,</div>
<div style="text-align: justify;">
genaplah sudah "dien" ini sebagai sarjana sarjana pendidikan... *pukpukpundak, ini amanah*</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
27 September 2014,</div>
<div style="text-align: justify;">
sempurna sudah sebuah harapan yang tertanam oleh dua cahaya hati atas anaknya... meski cahaya pertama tak lagi mampu ditemui raganya, namun saya tahu.. beliau ada, beliau hadir dan akan selalu ada, tentunya masih ada banyak mimpi beliau yang ingin saya wujudkan, In shaa Allah.. miss you, Mom.. always. dan cahaya kedua, AlhamduliLlah.. setidaknya saya berhasil melihat senyum kebanggaan itu lagi, senyum yang pernah merekah 7 tahun lalu.. ketika saya diterima di SMK terbaik dengan mudah karena nilai saya yang sangat memuaskan sewaktu SMP.. dan semalam, saya berhasil mengembalikan senyum itu.. senyum penuh kebanggaan ketika melihat tali toga itu berpindah, ketika nama anaknya disebut dengan nilai yang AlhamduliLlah.. Ya, In shaa Allah, saya akan terus belajar dan berusaha menjadi anak yang sholehah yang mampu bisa kalian banggakan, di dunia dan di surga-Nya kelak, In shaa Allah.. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Terima kasih kepada yang pernah ada, datang, pergi dan tetap bertahan..</div>
<div style="text-align: justify;">
Terima kasih kepada Kak Nanda, Uni, Diana yang mengajarkan arti persahabatan meski jarak terbentang (Batam-Medan-Tangerang menjadi satu) dan pelajaran tentang saling menguatkan dalam berubah menuju kebaikan. Terima kasih kepada Bu Herlina yang mengajarkan bahwa guru takkan pernah tergantikan dan akan selalu menjadi pendidik meski bertahun muridnya telah lulus sekolah dan terima kasih semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.. yang pernah memberi tawa, tangis, luka, bahagia dan semua cerita.<br /></div><div style="text-align: justify;"><br /></div>
<div style="text-align: justify;">
especially for Siti Nurhayati, </div>
<div style="text-align: justify;">
terima kasih atas semua pelajaran yang diajarkan, tentang persahabatan, hidup, kesederhanaan, ke-ngambek-an dan segalanyaaaa.. kau istimewaaaaaaaa, mihihi. terima kasih buketan bunga wisudanyaaa... berkali saya ditegur sama ibu-ibu dan bapak-bapak, dikira dapat bunga dari pacar -_- (hello, i'm single and proud of it) . semangat skripsinyaaa, jangan malas membaca. tahun depan saya ikutaaan yaaa di acara wisudamuuu (ikutan nyemak, hha)</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;"><span style="text-align: left;">Bismillah..</span></div>
semoga Allah meridhoi dan menguatkan pundak ini untuk mengemban amanah...<br />
semoga Allah Swt melapangkan dan dan meluaskan rezeki kita...<br />
semoga Allah Swt selalu memberikan yang terbaik...<br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div>
<br />
SELAMAT DATANG KE DUNIA NYATAAAAA......<br />
*prokprokprokprok*<br /><div style="text-align: right;"><br /></div>
-Linda- http://www.blogger.com/profile/15634976882270978053noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-403933899119217294.post-60742683600964110522014-06-22T19:24:00.003+07:002023-01-24T21:00:58.720+07:00saya sudah S.Pd (?)<div style="text-align: justify;">
Bismillahirrahmanirrahim,</div>
<div style="text-align: justify;">
Assalamualaykum..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
saya sudah S.Pd., iya.. sarjana pendidikan. Alhamdulillah.</div>
<div style="text-align: justify;">
jangan kira saya "bangga" dengan gelar akademik tersebut, justru gelar tersebut merupakan tanda bahwa amanah saya bertambah. semoga ilmu yang saya peroleh mendapat berkah dan saya pun amanah terhadap apa yang kini menjadi tanggung jawab saya.<br /></div><div style="text-align: justify;">
<br />
<a name="more"></a><br /></div>
<div style="text-align: justify;">
saya bukan mahasiswa lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
3,9 tahun yang lalu saya masuk ke sebuah universitas yang sewaktu itu "terpaksa" saya masuki tapi lama kelamaan, saya bersyukur, di sini saya banyak belajar, banyak ketemu orang-orang yang sangat luar biasa. selama kuliah, saya merasakan patah hati yang teramat sangat : ibu saya meninggal dunia. maka sejak itu tekad membulat: SAYA HARUS MEWUJUDKAN MIMPI BELIAU. selama kuliah juga saya ngerasa ternyata selama ini saya sangat rindu dengan sosok Ayah yang sejak saya kecil selalu sibuk dengan pekerjaannya hingga kebulatan tekad itu semakin kuat. saya ingin orang tua saya bangga, saya ingin mewujudkan mimpi mereka... dan tentunya menjadi anaknya yang shalihah. In shaa Allah ^^</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
20 Juni 2014.</div>
<div style="text-align: justify;">
menjadi momen dimana nama saya dipanggil dan dinyatakan sebagai alumni di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. memang, nilai saya layak untuk cumlaude namun karena pernah mendapat nilai C maka saya gagal cumlaude, tidak masalah, lagipula, ini bukan tentang nilai, melainkan tentang skill dan pengalaman, tentang usaha dan kerja keras kita. Allah pasti melihat itu semua ^^</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
terima kasih Ayah,</div>
<div style="text-align: justify;">
walau anaknya boros luar biasa, tapi selalu standby :*</div>
<div style="text-align: justify;">
semoga ada rezeki untuk melanjutkan pendidikan S2, <br />
anakmu ini ngga kapok kok, Yah .. malah makin pengin belajar lagi ^^</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"hidup tidak jalan di tempat"</div>
<div style="text-align: justify;">
dan sudah saatnya saya berjalan ke tempat lain..</div>
<div style="text-align: justify;">
terima kasih untuk kalian, yang selalu ada ataupun pernah ada semasa saya menjalani hari sebagai mahasiswa, yang pernah atau tidak pernah meninggalkan luka, tangis dan tawa. terima kasih banyak ^^<br /></div><div style="text-align: justify;"><br /></div>
<div style="text-align: justify;">
menunggu september, tali topi toga itu akan berpindah nanti,<br />
In shaa Allah.. semoga amanah ^^</div>
<div style="text-align: justify;">
Aamiin.<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgoKiyxsm-TEBYcuTjXotgaXUpJF_sZ89iubmtXjHzKhx0WNa3Me7QdCfB73qf1N7NSXItRaKhIRFMBuUnWBCBsuk3V52Qr5WiH6uqnIOalBvOYPWCsqZBCB65g-MlcRNPRiedqdfapMn0/s1600/aaa+(3).jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgoKiyxsm-TEBYcuTjXotgaXUpJF_sZ89iubmtXjHzKhx0WNa3Me7QdCfB73qf1N7NSXItRaKhIRFMBuUnWBCBsuk3V52Qr5WiH6uqnIOalBvOYPWCsqZBCB65g-MlcRNPRiedqdfapMn0/s1600/aaa+(3).jpg" width="400" /></a></div>
<br />
dan satu cerita, resmi ditutup.<br />
terima kasih, teman ^^</div>
-Linda- http://www.blogger.com/profile/15634976882270978053noreply@blogger.com0